TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Budi Santoso, Tersangka Kasus Korupsi PTDI Jalani Sidang Perdana

Kasus korupsi ini dalam bentuk proyek fiktif

IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Dua mantan petinggi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang tersangkat kasus korupsi akan menjalani sidang perdana kasus korups di Pengadilan Negeri Tipikor, Kota Bandung, Senin (2/11/2020), hari ini.

Kedua tersangka itu yakni mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso (BS) dan mantan Kepala Divisi Penjualan PT DI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ). Keduanya sudah hadir di ruang persidangan PN Tipikor Kota Bandung sejak pukul 09.30 WIB.

Mereka datang menggunakan kendaraan aparat dikawal pasukan Brimob Polda Jabar. Sebelum menjalani persidangan, keduanya berada di ruang khusus sambil menunggu majelis hakim yang akan memimpin persidangan.

1. Mereka diduga melakukan tindak korupsi pada rentang tahun 2007-2017

IDN Times/Debbie Sutrisno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (DI) pada 2007-2017.

Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, dalam proses penyidikan pihaknya mencermati fakta-fakta yang berkembang. Alhasil, menemukan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak lain.

"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan tersangka, yakni BUS (Budiman Saleh)," kata Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

2. Budiman Saleh pernah menduduki sejumlah jabatan di PT DI

PT Dirgantara Indonesia

Budiman Saleh pernah menduduki sejumlah jabatan di PT DI. Di antaranya, Direktur Aerostructure (2007-2010), Direktur Aircraft Integration (2010-2012) dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi (2012-2017). Kini, Budiman menjabat sebagai Direktur Utama PT PAL.

"Tersangka BUS diduga melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana," ujar Karyoto.

3. Awal mula perkara korupsi ini terjadi

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Sukma Shakti)

Karyoto menjelaskan konstruksi perkara ini. Awalnya, Direksi PT DI periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi (BOD/Board of Director) pada akhir 2007. Rapat itu membahas dan menyetujui sejumlah hal.

Di antaranya, penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra, dalam rangka memberikan dana kepada customer atau pembeli PT DI atau end user untuk memperoleh proyek. Kemudian, pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan itu dilakukan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD, dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait.

Persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan itu sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer atau end user, dilanjutkan oleh direksi periode 2010-2017. Sebagai tindak lanjut persetujuan direksi tersebut, para pihak di PT DI bekerja sama dengan Didi Laksamana serta para pihak di lima perusahaan.

Di antaranya, PT BTP (Bumiloka Tegar Perkasa), PT AMK (Angkasa Mitra Karya), PT ASP (Abadi Sentosa Perkasa) PT PMA (Penta Mitra Abadi) dan PT NPB (Niaga
Putra Bangsa), serta Ferry Santosa Subrata selaku Dirut PT SBU (Selaras Bangun Usaha) untuk menjadi mitra penjualan.

"Penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016. Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer atau end user," kata Karyoto.

Berita Terkini Lainnya