TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

APPSI Jabar: NIK untuk Beli Minyak Goreng Bentuk Kepanikan Pemerintah

Aturan ini bakal disosialisasikan selama 2 minggu

Ilustrasi pedagang menjual minyak goreng curah (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Bandung, IDN Times - Pemerintah berencana menerapkan aturan pemakaian Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam pembelian minyak goreng curah seharga Rp14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Pembelian akan dibatasi maksimal 10 kilogram (kg) untuk satu nomor induk kependudukan (NIK).

Rencana ini pun mendapat tanggapan negatif dari banyak pihak termasuk pedagang pasar. Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Barat, Nang Sudrajat mengatakan, keinginan tersebut justru memperlihatkan kegamangan pemerintah menghadapi berbagai gejolak harga kebutuhan pokok termasuk minyak goreng yang harganya tak turun meski larangan eskpor CPO dan minyak goreng sempat dilakukan.

"Alih-alih mencari solusi menyeluruh ini masih mengutak-atik persoalan minyak goreng dengan cara blusukan ke pasar-pasar," kata Nang melalui siaran pers dikutip IDN Times, Minggu (26/6/2022).

1. Pedagang akan direpotkan dengan sistem tersebut

Ilustrasi pedagang minyak goreng curah. (IDN Times/Adeng Bustomi)

Menurutnya, rencana penggunaan NIK akan sulit dilakukan di lapangan. Karena pedagang eceran maupun suplier minyak goreng curah bakal kewalahan melayani konsumen dengan pengecekan NIK ketika berbelanja.

Pun ketika pembelian harus memakai aplikasi, pedagang yang selama ini sudah repot melayani pembeli akan ditambah bebannya saat harus mengecek pembeli menggunakan aplikasi tersebut. Maka, sistem ini bukannya memberikan solusi pasti, justru bisa menimbulkan masalah baru antara pedagang dan pembeli.

"Kebijakan input data NIK bagi pembeli dan pembatasan belanja minyak dengan volume 10 liter, justru semakin menggelitik kenapa menerapkan kebijakan seperti itu," kata Nang.

2. Syarat membeli hanya 10 liter pun tak jelas dasarnya

Minyak goreng curah. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Kemudian mengenai batas pembelian satu NIK 10 iter ini tidak bisa dijelaskan dari mana munculnya. Karena pembelian minyak goreng setiap hari ada yang lebih dan ada yang tidak sampai 10 liter. Artinya kebijakan ini hanya membuat masyarakat diminya menstok minyak dalam beberapa bulan ke depan.

Nang menilai kebijakan itu,malah semakin memperkuat asumsi bahwa pemerintah tidak berdaya dihadapan swasta yang menguasai pangsa produksi kelapa sawit. Jika benar maka diprediski konsep DMO bakal kembali gagal memenuhi kebutuhan masyarakat akan minyak goreng.

"Aturan input NIK seolah olah adanya upaya pengalihan kondisi ketidak mampuan pemerintah menghadapi persoalan mendasar sebenarnya, yaitu meredam beberapa komoditas bahan pokok penting yang saat ini bertengger di puncak level tinggi," papar Nang.

Berita Terkini Lainnya