Siram Kebun Pakai Ponsel, Petani Millennial Lembang Siap Lawan Stigma
Jajat sudah bertani jauh sebelum program Petani Milenial ada
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung Barat, IDN Times - Menjadi seorang petani di usia muda memang bukan hanya urusan kepandaian mengolah tanaman. Melawan stigma buruk dari kultur masyarakat modern juga membutuhkan keberanian dan mental yang kuat agar pertanian tidak ditinggalkan generasi muda.
Jajat (35 tahun) warga Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) adalah satu dari sekian petani milenial yang konsisten menggeluti dunia pertanian.
Menurutnya, program Petani Milenial yang digagas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bukanlah hal aneh baginya. Pasalnya, menjadi seorang petani di kampungnya sudah menjadi kultur turun temurun.
"Awal program Petani Milenial punya pemerintah itu digulirkan, kebetulan saya sudah berjalan (bertani) sebelumnya. Saya sudah jalan dari 2017 dan sampai sekarang terus berkembang," ujar Jajat saat ditemui di kebun miliknya di Kampung Pasir Angling, Jumat (26/3/2021).
1. Berupaya memutus mata rantai tengkulak
Sejak tiga tahun silam, hati Jajat terketuk untuk mengabdikan diri pada tanah Lembang. Sebelumnya, Jajat sering mendengarkan keluhan para petani sepulangnya dari kebun. Yang dikeluhkan selalu harga komoditas sayur tidak sebanding dengan ongkos produksi.
"Saya sering mendengar keluhan petani yang mengalami kerugian, tidak jarang citra petani di mata orang kota itu terlihat susah. Akhirnya saya membimbing mereka agar berhasil sebagai petani. Membantu kemajuan mereka," kata Jajat.
Setelah ia analisis, pola bisnis pertanian yang dijalankan sebelumnya cukup merugikan sebagian besar petani. Jajat pun akhirnya memilih keluar dari sistem bisnis yang selama ini digunakan.
"Misalnya dengan memutus mata rantai bandar atau tengkulak. Kita sekarang kontrak dengan perusahaan penyalur produksi tani untuk pasar lokal dan ekspor," tambah Jajat.