TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ini Catatan Walhi Jabar Terkait Dua Tahun Program Citarum Harum

Air limbah bisa diminum hingga TNI kembali ke barak

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bandung, IDN Times - Evaluasi dua tahun program Citarum Harum diklaim mengalami kemajuan meskipun tidak sedikit teknis kerja yang diakui belum maksimal.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat merespons hasil evaluasi dua tahun berjalan program Citarum Harum. Dari dua tahun program berjalan, masih banyak kinerja dan langkah teknis yang perlu dikritisi bersama.

1. Pembakaran sampah akan memperburuk kualitas udara

ANTARA FOTO/Rahmad

Seperti diketahui, Gubernur Jawa Barat sekaligus Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Citarum, Ridwan Kamil mewacanakan akan menyebar insinerator atau tungku pembakar sampah di 50 titik sepanjang DAS Citarum demi menangani penumpukan sampah di sungai.

Merespons wacana tersebut, Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Meiki W Paedong mengatakan, Walhi menilai langkah yang dilakukan Emil hanya akan memperburuk kualitas udara akibat pembakaran sampah. Terlebih, tumpukan sampah di Citarum didominasi sampah plastik.

"Pemasangan tungku pembakar sampah untuk membakar sampah Citarum hanya menambah menurunnya kualitas udara di sekitaran alur sungai Citarum," ujar Meiki kepada IDN Times, Jumat (11/10).

2. Air bisa diminum bukan karena kualitas meningkat

IDN Times/Debbie Sutrisno

Meiki juga menyoroti proses air Sungai Citarum yang beberapa waktu lalu bisa diminum. Dia menilai, air Citarum bisa diminum bukan dari kualitas air yang meningkat. Melainkan hadirnya alat penyulingan air dengan harga yang tidak murah.

"Air Citarum bisa diminum bukan karena meningkatnya kualitas air Citarum. Tapi karena mesin penjernih air. Yang hanya akan menambah beban biaya bila terus dioperasikan walaupun untuk publik sekitar," kata Meiki.

Diberitakan sebelumnya, air di sungai Citarum mampu dikonsumsi publik menggunakan mesin penyulingan air limbah. Mesin penyulingan air limbah ini dilakukan di Desa Sukamukti, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung. Mesin tersebut didapat dari perusahaan swasta yan fokus pada penanganan air bersih.

Mesin tersebut mampu menyediakan kebutuhan air bersih bagi masyarakat sekitar mencapai 50 ribu liter per hari untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk kebutuhan air minum langsung, per harinya hanya bisa menyediakan sekitar 8 ribu liter.

3. TNI lebih baik kembali ke barak

IDN Times/Debbie Sutrisno

Wacana TNI akan kembali ke barak dalam beberapa tahun ke depan juga direspons oleh Meiki. Menurutnya, TNI harus disegerakan kembali pada fungsi aslinya di bidang pertahanan dan keamanan negara.

"Keterlibatan mereka selama ini pun tidak memberi efek jera para pelaku industri pabrik. Buka tutup cor outlet limbah bukti bahwa pabrik tetap nakal," tuturnya.

Sebagai pengganti TNI, Meiki menyarankan keterlibatan sipil dalam program Citarum Harum. Menurutnya hal itu lebih efektif, sebab pendekatan TNI dengan gaya militeristik akan berdampak buruk pada masyarakat terdampak program Citarum Harum.

"Maksimalkan partisipasi dan pelibatan publik serta komunitas di sekitaran aliran sungai yang selama ini sudah lebih dahulu berkegiatan di penyelamatan dan pemulihan Citarum," papar Meiki.

4. Pipa limbah siluman masih liar

Dok.IDN Times/Istimewa

Dari data yang dihimpun Walhi, diduga masih banyak pipa-pipa pembuangan limbah cair siluman yang tidak ditindak oleh aparat. Berdasar hal itu, menurut Meiki penegakan hukum yang dilakukan Satgas Citarum belum maksimal.

"Selain implementasi koordinasi lintas sektor perlu diperkuat, penegakan hukum juga harus diterapkan terhadap perusahaan pencemar. Lakukan audit penuh terhadap instalasi pembuangan limbah pabrik, karena disinyalir masih ada pipa-pipa pembuangan limbah cair siluman," ujar Meiki.

Baca Juga: Evaluasi Dua Tahun Citarum Harum: Bulan Madu Sudah Selesai

Berita Terkini Lainnya