TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Buruh Bekasi Terdampak PHK, Lalui Lebaran 2022 dengan Pelik

Mereka masih menunggu putusan kasasi

Damiri (37 tahun) Buruh Bekasi yang kena PHK perusahaan PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia (Dokumen pribadi)

Bandung, IDN Times - Momentum perayaan Idulfitri 1443 atau Lebaran 2022 terasa berbeda bagi Damiri (37 tahun). Buruh Bekasi yang bekerja di perusahaan PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia ini terpaksa tidak bisa merasakan hak-hak pekerjaannya selama dua tahun lamanya.

Kisah Damiri berawal dari efisiensi karyawan karena perusahaan terdampak COVID-19. Bekerja dari 2009 hingga terkena PHK pada 1 Desember 2021 membuat Damiri tidak diam saja. Ia melakukan perlawanan dengan mengajukan bipartit.

"Di perusahaan ini kena PHK 43 orang, saya masuk namun saya doang yang menolak efisiensi dan saya lakukan bipartit dan mediasi dan saya menolak," ujar Damiri kepada IDN Times, Sabtu (30/4/2022).

1. Perusahaan kalah dalam gugatan di PHI Bandung

Damiri (37 tahun) Buruh Bekasi yang kena PHK perusahaan PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia (Dokumen pribadi)

Meski telah mengajukan bipartit, perlawanannya ini sempat mereda karena di pertengahan perjalanan perusahaan memberikan uang pesangon secara sepihak. Namun, karena dirinya menolak PHK, selang sehari uang itu langsung dikembalikan ke perusahaan.

Kemudian, perusahaan menggugatnya ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung. Dalam persidangan, Damiri menang atas gugatan PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia.

"Setelah gugatan saya menang, dan saya harus dipekerjaan kembali dengan upah dan THR dan perusahaan kalah. Mereka melakukan kasasi atau banding dan sampai saat ini masih belum putusan," katanya.

2. Upah diatas UMK hanya cukup untuk keluarga

Damiri (37 tahun) Buruh Bekasi yang kena PHK perusahaan PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia (Dokumen Pribadi)

Damiri bilang bahwa selama perusahaan sudah tidak membayar upah dan hak-hak-nya, Ia banting stir untuk melakukan pekerjaan serabutan. Pekerjaan itu Ia tekuni untuk menyambung hidup bersama keluarganya.

"Istri juga di rumah jualan cincau. Selain itu juga dapat bantuan dari organisasi pinjaman selama proses ini, cuma gak samapai sekarang itu sampai 2021 ke sini tidak dapat bantuan karena tidak ada dana," ungkapnya.

Sebagai pekerja tetap, Damiri mengaku upah yang diberikan perusahaan sudah melewati UMK. Hal ini diraihnya karena sudah bekerja sejak 2009. Adapun gaji terakhirnya Ia mendapatkan Rp6.150 juta per bulannya.

"Dengan gaji segitu, untuk biaya hidup istri dan tiga orang anak sangat pas-pasan. Anak saya tiga. Nomor satu cowok udah lulus SD, kedua cowok dan terakhir cewek," ungkapnya.

3. Upah belum sebanding dengan biaya hidup di Bekasi

ilustrasi upah (IDN Times/Arief Rahmat)

Biaya hidup selama di Bekasi tergolong mahal. Damiri terpaksa harus melakukan berbagai macam skema pengiritan. Salah satunya dengan biaya meminta keluarganya untuk tinggal di kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah.

"Biaya hidup di Bekasi mahal, kontrakan aja Rp600 ribu, belum listrik, dan air. Keluarga saya tinggal di kampung, jadi saya yang ngalah bolak-balik ke Kebumen. Itu dua bulan sekali," ucapnya.

Dalam beberapa waktu ke depan, Damiri akan tetap berkecimpung dalam dunia buruh. Ia mengatakan bahwa akan membantu seluruh buruh setelah dirinya mendapatkan sumpah jabatan sebagai pengacara.

"Saya selama kerja juga sambil kuliah, dan dibantu organisasi, alhamdulillah sekarang nunggu sumpah advokat, cuma kemarin diundur jadi rencana bulan Mei 2022," ujarnya.

Baca Juga: Kisah Beberapa Buruh di NTB, Gaji Gak UMR dan Gak Dapat THR

Baca Juga: Kisah Buruh Bandar Lampung Sambut Lebaran 2022 dengan Keterbatasan

Baca Juga: Kisah Toviq Agen BRILink dari Brebes, Dulunya Buruh Percetakan Kini Jadi Juragan

Berita Terkini Lainnya