TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Citranya Memburuk, Ormas yang Sering Dicap Preman Harus Curi Simpati

Ormas harus membaur dan menyatu dengan budaya masyarakat

Google

Bandung, IDN Times - Citra organisasi masyarakat (ormas) di Jawa Barat (Jabar) kembali mendapatkan pandangan negatif dari masyarakat. Hal ini terjadi, salah satunya akibat kasus ormas Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) yang melakukan demo di Mapolda Jabar hingga berujung anarkis dan membuat anggota polisi luka-luka.

Dari kejadian itu, sejumlah orang telah diamankan oleh polisi dan ketua dari GMBI kini sudah berstatus sebagai tersangka. Kejadian ini akhirnya melengkapi pandangan masyarakat yang menuding bahwa ormas kebanyakan diisi oleh preman.

Padahal, faktanya, tidak semua ormas berisikan preman dan anarkis.

1. MGP mendapatkan kesulitan izin demonstrasi

Facebook Manggala Garuda Putih Kabupaten Bandung

Salah satu ormas yang mendapat sentimen negatif dari masyarakat ialah Manggala Garuda Putih. Agus Satria, KA biro investigasi DPP Manggala Garuda Putih (MGP) mengatakan jika ormasnya merupakan organisasi gerakan seni budaya terbesar di Jabar. Selain itu, mereka pun memiliki titik organisasi lain yang tersebar di Nias, Lampung, Jambi.

"MGP juga ikut berperan aktif dalam kontrol sosial, anti korupsi. Ketua umum kami adalah purnawirawan dan pejuang ganyang Malaysia," ujar Agus, Jumat (11/2/2022), kepada IDN Times. 

Agus bilang, akibat peristiwa GMBI beberapa hari kemarin, ruang untuk berekspresi secara kritis semakin menyempit. Hal tersebut membikin unjuk rasa MGP di beberapa tempat harus dibatalkan.

"Sangat terasa, ada dampak yang sangat besar, khusus perizinan unjuk rasa," ucapnya.

2. Anggota Manggala punya banyak pekerjaan tetap

Facebook Manggala Garuda Putih Kabupaten Bandung

Menanggapi dinamika yang terjadi di masyarakat, Agus mengatakan, banyak oknum-oknum ormas dijadikan baju besi atau sarana untuk mencari uang dengan melakukan cara tidak halal seperti memalak layaknya preman.

"Anggota Manggala, karena awalnya berasal dari perguruan silat, banyak yang sudah memiliki usaha seperti buka tempat parkiran dan lain-lain. Kami juga punya banyak anggota (yang bekerja mandiri) seperti ojek online," ungkapnya.

Kemudian, jika ada proyek sinergitas dari pemerintah, Agus bilang, MGP selalu memasukkan uang untuk membelikan sejumlah atribut untuk anggota.

"Manggala tidak ada pungutan terhadap anggota, karena ketua umum kami, Haji Djhoni Hidayat menyebutkan bahwa haram hukumnya meminta setoran dari anggota Manggala," kata dia.

3. MGP punya satuan khusus untuk millenial

Facebook Manggala Garuda Putih Kabupaten Bandung

Dalam mencari anggota dari kalangan millennial, MGP menggunakan pendekatan yang sangat fleksibel. Agus mengatakan, organisasinya juga memiliki satuan khusus untuk para millenial terutama mahasiswa.

"Kami banyak anggota millennial dengan cara membebaskan atribut dengan berbagai jenis, selama tidak mengubah lambang sebagai ciri seni. Kami juga memiliki mahasiswa Manggala yang ada di Jakarta," kata dia.

4. Ormas harus menggunakan atribut budaya

IDN Times/ Aji

Dihubungi terpisah, Sosiolog Unpad Ari Ganjar mengatakan, ormas di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Anggapan kurang baik oleh masyarakat terlihat dari penggunaan seragam ala tim khusus yang, alih-alih bisa dekat dengan masyarakat, ormas malah terkesan dengan kekerasan pada zaman dulu.

"Jadi ketika atribut identik dengan kekerasan digunakan oleh sipil, ini tentu menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Di beberapa kasus menimbulkan ekses kekerasan karena atribut itu kemudian istilahnya sejalan dengan mereka punya kepentingan bisnis di tingkat bawah," ujar Ari.

Seragam itu juga kemudian menjadi akses kekerasan ribut antar ormas dan akhirnya membuat banyak masyarakat yang tidak nyaman. Meski begitu, Ari mengatakan, tidak sedikit sisi positif yang muncul dari kegiatan ormas.

Baca Juga: Simalakama Ormas dan LSM di Lampung, Berguna atau Bumerang?

Baca Juga: Akademisi: Ormas di Banten Kerap Dijadikan Alat Kekuatan Elite

Berita Terkini Lainnya