Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan yang Meyakinkanmu bahwa Membeli Oleh-oleh Itu Tidak Wajib

ilustrasi mencicipi oleh-oleh (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi mencicipi oleh-oleh (pexels.com/Mikhail Nilov)
Intinya sih...
  • Keuangan lebih penting daripada ekspektasi orang lainBepergian butuh biaya, menyisihkan dana untuk oleh-oleh bisa membuat anggaran jebol. Prioritas keuangan masing-masing orang berbeda.
  • Esensi perjalanan bukan pada oleh-oleh, tapi pengalamanPerjalanan tentang pengalaman, bukan belanja. Berburu oleh-oleh membuat perjalanan terasa terburu-buru dan tidak menikmati suasana.
  • Tidak semua orang menuntut oleh-olehTakut akan penilaian orang lain tidak semua orang benar-benar mengharapkan oleh-oleh. Terbuka dan jujur jauh lebih baik.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Membawa oleh-oleh setelah bepergian memang sudah jadi semacam kewajiban tak tertulis di banyak budaya, termasuk Indonesia. Kadang, tanpa diminta pun, seseorang merasa perlu menyisihkan uang dan tenaga hanya untuk membelikan sesuatu bagi orang-orang di rumah atau kantor. Tapi, pernahkah bertanya ke diri sendiri, “apakah membeli oleh-oleh itu benar-benar wajib?”

Padahal, ada banyak alasan logis dan emosional yang bisa membebaskan dari tekanan sosial ini. Tidak ada salahnya untuk bilang, “Maaf, kali ini aku nggak bawa apa-apa.” Selama niatnya baik dan perjalanannya memang penuh keterbatasan, seseorang tetap bisa dihargai tanpa harus repot mencari buah tangan.

1. Keuangan lebih penting daripada ekspektasi orang lain

ilustrasi uang (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi uang (pexels.com/cottonbro studio)

Bepergian, apalagi ke luar kota atau luar negeri, pasti butuh biaya. Transportasi, penginapan, makan, dan tiket masuk tempat wisata sudah cukup menguras dompet. Kalau masih harus menyisihkan dana untuk membeli oleh-oleh, bukan tidak mungkin malah membuat anggaran jebol.

Setiap orang punya prioritas keuangan yang berbeda-beda. Mengorbankan kestabilan finansial hanya demi memenuhi harapan orang lain bisa berdampak negatif dalam jangka panjang. Jika memang anggaran terbatas, tidak membawa oleh-oleh bukanlah dosa besar.

2. Esensi perjalanan bukan pada oleh-oleh, tapi pengalaman

ilustrasi traveling (pexels.com/Chanaka Madushan Sugathadasa)
ilustrasi traveling (pexels.com/Chanaka Madushan Sugathadasa)

Banyak orang terlalu fokus pada apa yang bisa dibawa pulang secara fisik, padahal sejatinya perjalanan adalah tentang pengalaman, bukan belanja. Cerita, pelajaran, dan rasa bahagia selama liburan jauh lebih bermakna daripada sekadar camilan atau gantungan kunci. Esensi perjalanan adalah soal memaknai momen, bukan oleh-oleh.

Jika kegiatan berburu oleh-oleh justru membuat perjalanan terasa terburu-buru dan tidak menikmati suasana, maka tujuannya jadi tidak tercapai. Kamu akan kesusahan menikmati setiap momen yang sedang terjadi. Lebih baik pulang dengan pikiran segar dan kisah berkesan daripada dengan tas penuh barang yang dibeli karena merasa terpaksa.

3. Tidak semua orang menuntut oleh-oleh

ilustrasi nongkrong (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi nongkrong (pexels.com/RDNE Stock project)

Sering kali, seseorang terlalu takut akan penilaian orang lain. Padahal faktanya, tidak semua orang benar-benar mengharapkan oleh-oleh. Beberapa justru lebih senang mendengar kisah perjalanan atau melihat foto-foto tempat yang dikunjungi.

Ekspektasi itu sering kali cuma ada di kepala sendiri. Jika sejak awal bisa mengomunikasikan bahwa perjalanan ini bukan untuk belanja, maka kemungkinan besar tidak akan muncul kekecewaan dari orang-orang sekitar. Terbuka dan jujur jauh lebih baik daripada merasa terpaksa membeli sesuatu hanya demi gengsi.

4. Belanja oleh-oleh bisa menguras waktu dan tenaga

ilustrasi belanja di supermarket (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi belanja di supermarket (pexels.com/Gustavo Fring)

Kegiatan membeli oleh-oleh itu kelihatannya sepele, tapi kenyataannya bisa sangat menyita waktu. Apalagi kalau bepergian dalam waktu singkat dan punya agenda yang padat. Harus mencari toko, memilih barang, menyesuaikan harga, bahkan repot memikirkan siapa dapat apa.

Waktu yang semestinya digunakan untuk menjelajah tempat baru atau beristirahat malah habis di toko oleh-oleh. Padahal, tujuan utama liburan adalah menyegarkan pikiran, bukan menambah stres. Menikmati waktu untuk diri sendiri jauh lebih penting daripada mengejar ekspektasi oleh-oleh.

5. Tetap bisa berbagi tanpa harus memberi barang

ilustrasi makan bersama di kantor (pexels.com/fauxels)
ilustrasi makan bersama di kantor (pexels.com/fauxels)

Memberi oleh-oleh memang bentuk perhatian, tapi bukan satu-satunya cara untuk berbagi. Bisa saja membagikan pengalaman lewat cerita, foto, atau bahkan masakan yang terinspirasi dari perjalanan. Hal-hal seperti itu justru terasa lebih personal dan menyenangkan.

Berbagi tidak harus selalu berbentuk benda fisik. Kehangatan cerita dan semangat positif yang dibawa dari perjalanan bisa lebih membekas di hati orang-orang terdekat. Nilai kebersamaan tidak bergantung pada oleh-oleh, tapi pada kehadiran dan ketulusan.

Membeli oleh-oleh itu bukan kewajiban, tapi pilihan. Setiap orang berhak memutuskan ingin membawakan sesuatu atau tidak, tanpa harus merasa bersalah. Yang terpenting adalah tetap menjaga hubungan baik dan tidak memaksakan diri hanya untuk menyenangkan orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us