Anggaran Pendidikan Karakter Berbasis Semi Militer Dedi Mulyadi Disoal

- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengalokasikan Rp6 miliar untuk program pendidikan karakter semi militer.
- Anggaran program ini tidak melibatkan DPRD Jabar dan menuai kritik dari anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Zaini Shofari.
- Zaini Shofari mengkhawatirkan dampak kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi terhadap regulasi dan aturan serta merespon permasalahan serupa di daerah lain.
Bandung, IDN Times - Anggaran program pendidikan karakter berbasis semi militer oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi di soal. Biaya program yang membina para siswa bermasalah di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, dinilai tidak melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar.
Pemerintah provinsi menyiapkan anggaran untuk pendidikan karakter ini sebesar Rp6 miliar yang bersumber dari APBD. Besaran anggaran ini diberikan untuk 900 siswa bermasalah, dan mekanismenya dilakukan dalam beberapa gelombang. Adapun gelombang pertama ditargetkan sebanyak 350 siswa yang akan didik semi militer selama dua minggu atau 14 hari.
Merespon hal ini, anggota Komisi V sekaligus Ketua Fraksi PPP DPRD Provinsi Jawa Barat, Zaini Shofari mengaku belum dilibatkan dalam pembahasannya.
"Anggaran kita tidak pernah tahu, apalagi sampai pembahasan, hanya disodorkan sekian, termasuk di wilayah regulasi," ungkap Zaini saat dikonfirmasi pada Rabu (7/5/2025).
1. Legislatif bakal undang Dinas Pendidikan Jabar

Dengan kondisi ini, Zaini mengatakan, dalam waktu dekat dewan bakal mengundang Dinas Pendidikan Jabar untuk menggelar rapat paripurna penjelasan anggaran pendidikan karakter Gubernur Dedi Mulyadi.
"Makanya ketika saya ditanya tahu apa tidak? Tidak tahu, kalau ini ada (anggaran latihan integritas dan kedisiplinan siswa) betul karena memang menjadi salah satu program prioritas gubernur di wilayah pendidikan," ungkapnya.
2. Rp6 miliar bukan anggaran yang kecil

Menurut Zaini, kegiatan ini sudah masuk dalam Program Prioritas Pendidikan Provinsi Jabar, Latihan Integritas dan Kedisiplinan Siswa (Bela Negara) di mana tertulis usulan Rp6 miliar, dengan keterangan latihan khusus bagi peserta didik yang diindikasi melanggar norma sekolah (juvenile adequancy) kerja sama dengan TNI/Polri.
Output dari kegiatan ini yaitu, terjalinnya kerja sama pelatihan dengan pihak TNI/POLRI dua ribu siswa yang dilatih integritas, disiplin, dengan wawasan bela negara dengan target 40 siswa per lima wilayah setiap 10 bulan.
"Misal dalam kasus ini dua ribu siswa dilibatkan di situ dengan angka Rp6 miliar bukan angka yang kecil, bukan jumlah siswa yang sedikit, bagaimana kalau kemudian di dalamnya tidak memiliki regulasi, atau aturan diabaikan?," kata Zaini.
3. Seharusnya legislatif dilibatkan saat membuat kebijakan

Lebih lanjut, Zaini pun mengkhawatirkan sikap Gubernur Dedi Mulyadi dalam merespon sebuah permasalahan menjadi contoh para kepala daerah untuk membuat kebijakan yang serupa, dengan mengabaikan regulasi dan aturan.
"Karena ketika bicara regulasi maka di situ adalah kebijakan politik, ketika bicara kebijakan politik maka trias politika berjalan. Ada eksekutif, ada legislatif, ada yudikatif. Dan eksekutif berjalan, legislatif berjalan. Tapi kalau (hanya) salah satu misalnya yang ada bukan demokrasi," kata dia.
Sementara, Gubernur Dedi Mulyadi mengatakan, progam ini awalnya masih menggunakan uang pribadinya, namun karena saat ini jumlah terus bertambah maka alokasi anggaran dilakukan Disdik Jawa Barat.
"Ya, yang pertama kalau yang sekarang kan yang teknis-teknis saya tangani waktu awal, tapi karena jumlahnya semakin besar maka alokasi anggarannya ada di Dinas Pendidikan," katanya.
Nantinya, Disdik Jabar akan mengalokasikan secara langsung ke penyelenggara dalam hal ini Rindam III/Siliwangi. Dedi menegaskan, sampai saat ini pengalokasian anggaran ini sudah dilakukan.
"Dinas Pendidikan itu nanti uangnya diserahkan ke penyelenggara, ya kan, kita tidak mengelola. Kemudian ya komponennya kan ada seragam, ada makan, ada minum. Kan seperti itu komponennya, terus kemudian honorarium pelatihan," katanya.
Dedi mengaku belum bisa memastikan apakah anggaran tersebut akan mencukupi. Menurutnya jumlah Rp6 miliar merupakan angka aman dan masih sementara, jika di kemudian hari banyak orangtua mendaftarkan anaknya Ke barak militer, maka angkanya bisa disesuaikan.
"Iya kan, karena itu kan cadangan segitu, kan digunakan sekarang baru berapa kan kita belum tahu ya. Tapi itu dicadangkan untuk menangani apabila ada lonjakan yang sangat besar. Tapi tapi kalau lonjakan nanti diukur per siswa nya berapa sih nilainya per hari kali sekian hari," jelasnya.