TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tak Dukung Inovasi Baru, Pakar Kesehatan International Kritisi WHO 

Produk tembakau alternatif tak mendapat dukungan WHO

google

Bandung, IDN Times - Sejumlah pakar kesehatan internasional mengkritik posisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dinilai menghambat inovasi baru, seperti produk tembakau alternatif. Menurut mereka, penolakan terhadap inovasi tersebut dianggap telah menyia-nyiakan peluang untuk mencegah jutaan kematian dini yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok.

Posisi WHO ini dipublikasikan pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020, 31 Mei lalu. Padahal, jika mempertimbangkan data dan kajian ilmiah, produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi atas permasalahan rokok di berbagai negara.

1. Persoalan rokok secara global akan terus menjadi masalah

idn media

Visiting Professor di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore sekaligus Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama WHO, Profesor Tikki Pangestu mengatakan, WHO telah kehilangan arah dalam menyelesaikan permasalahan merokok secara global. Hal ini terlihat jelas dengan sikap WHO yang anti terhadap produk tembakau alternatif.

Penolakan tersebut pun tanpa didasari kajian bukti ilmiah. Padahal, tujuan awal WHO membuat perjanjian internasional pengendalian tembakau yang dikenal dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada tahun 2000 lalu adalah untuk mengatasi epidemi penyakit yang berhubungan dengan merokok.

“WHO seharusnya bersikap lebih terbuka terhadap keseluruhan bukti ilmiah yang ada. Banyak kajian ilmiah yang telah menyimpulkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Produk tersebut mempunyai potensi besar dalam membantu mereka yang kesulitan untuk berhenti merokok,” kata Tikki dalam rilis yang diterima IDN Times, Rabu(10/6). 

2. WHO dinilai tidak mendukung kesehatan bagi semua orang

pixabay/DarkoStojanovis

Dengan mengabaikan kajian-kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif, Tikki menilai WHO telah mengabaikan misi utamanya, yaitu mendukung kesehatan setinggi-tingginya bagi semua orang, termasuk 1 miliar perokok di seluruh dunia.

“Dampak dari pengabaian tersebut sudah tentu lebih banyak perokok yang akan mengalami penyakit tidak menular yang disebabkan oleh merokok, seperti jantung, hipertensi, diabetes, kanker paru, dan lain-lain. Angka kematian akibat kebiasan merokok akan tetap tinggi, terutama di Indonesia,” jelasnya.

3. Pemerintah Indonesia diharapkan bisa lebih terbuka terhadap produk tembakau alternatif

idn media

Khusus Indonesia, Tikki menyarankan pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait memiliki sikap terbuka terhadap produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik. Selain itu, perlu adanya kajian ilmiah yang dilakukan oleh lembaga independen sehingga hasilnya transparan dan objektif.

“Mereka yang anti terhadap produk tembakau alternatif berarti mengabaikan hak asasi manusia, khususnya perokok, untuk mendapat akses ke produk yang lebih baik bagi kesehatan mereka dan menghindari kematian dini. Ini merupakan ketidakadilan sosial dan pelanggaran HAM,” tegasnya.

4. Penyakit kanker akibat merokok masih menjadi kasus terbesar kedua di dunia

idn media

Berdasarkan laporan WHO, kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian terbesar kedua di dunia dan bertanggung jawab atas sekitar 9,6 juta kematian di tahun 2018.

Secara global, sekitar satu dari enam kematian disebabkan oleh penyakit kanker. Penggunaan rokok, atau produk tembakau yang dibakar, menghasilkan lebih dari 7.000 zat kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya dan merupakan faktor risiko tertinggi dan bertanggung jawab atas sekitar 22 persen kematian akibat kanker.

Profesor Emeritus University of Auckland New Zealand sekaligus Mantan Direktur Departemen Penyakit Kronis dan Promosi Kesehatan WHO, Profesor Robert Beaglehole, mengatakan bahwa WHO akan kehilangan kesempatan untuk mengurangi penyakit kanker, jantung, dan paru-paru jika tidak merangkul inovasi produk tembakau alternatif.

“Mendorong orang untuk beralih ke produk alternatif yang lebih rendah risiko dapat membuat perbedaan besar pada permasalahan penyakit di tahun 2030 mendatang, jika WHO mendukung gagasan itu, alih-alih melarangnya,” jelasnya.

Berita Terkini Lainnya