TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Difabel Asal Ciamis Ini Sukses Merintis Usaha Beromset Ratusan Juta

Megolah limbah air kelapa menjadi nata de coco

IDN Times / Nana Suryana

Ciamis, IDN Times - Enok Sri Kurniasih, warga Desa Dusun Badak Jalu RT 32, RW 02, Desa Ciulu, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat sukses merintis usaha nata de coco di kampung halamnnya. Perempuan difabel berusia 46 tahun itu kini memiliki dua lokasi tempat usaha yang menjadi tumpuan 42 karyawannya.

Kesuksesan Nia, panggilan akrabnya, bukan tanpa perjuangan keras. Beberapa kali gagal saat merintis usaha. Namun, Nia tetap fokus menjalankan usaha mengolah limbah air kelapa. Bahkan, dengan telaten, Nia mengikuti bimbingan pelatihan kerja dalam program WUBI (Wirausaha Bank Indonesia) sejak tahun 2014 lalu.

"Alhamdulillah saya bukan hanya diberikan motivasi tapi ilmu yang bermanfaat, saya diajarkan bagaimana mengolah produk, mengelolah keuangan sampai mengurus perpajakan, Bank Indonesia benar-benar mendampingi saya dari merintis usaha ini," ujarnya kepada IDN Times.

1. Kehilangan tangan kanan menjadi penyemangat hidup untuk terus berusaha

IDN Times / Nana Suryana

Nia harus kehilangan tangan kanannya akibat kecelakaan bus saat kuliah. Namun, cobaan hidup yang paling berat itu ia lalui dengan ikhlas dan menjadi motivasi kuat untuk sukses. Keterbatasan fisik membuatnya beberapa kali gagal saat melamar kerja, akhirnya Nia bertekad untuk merintis usaha sendiri.

"Beberapa kali melamar kerja saya selalu gagal saat tes kesehatan, dari sana saya bertekad harus sukses dan bisa mendapatkan uang sendiri  bahkan lebih dari gaji seorang PNS," ujarnya.

Menggunakan merek dagang NAZA, akronim dari nama kedua anaknya, Nabil dan Zaki, perlahan produknya itu mulai dikenal banyak orang. 

2. Tertantang mengolah bahan baku yang melimpah

IDN Times / Nana Suryana

Bahan dasar air kelapa yang melimpah membuat Nia merasa tertantang untuk mengolahnya. Belajar dari Kakak sepupunya yang membuat olahan nata de coco lebih dulu, ia menyakini olahan limbah air kelapa yang tidak termanfaatkan dengan baik itu bisa menjadi ladang ikhtiar untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar lagi.

"Awalnya tidak menjadi penghasilan utama saya, siang saya kerja dulu di tempat saudara, malamnya dibantu suami baru mengolah bahan, uang hasil penjualan saya puterin terus," ujar dia.

Merasa yakin akan terus berkembang besar, Nia kemudian memberanikan diri menambah peralatan penunjang usahanya. Ia kemudian membeli 400 nampan bekas dan terus mengikuti berbagai pelatihan untuk mengembangkan usahanya.

"Saya yakin bisnis nata de coco ini bisa terus berkembang karena ini bisnis mikroba yang bisa terus berkembang dengan teknologi," ujarnya.

3. Menjadi penyuplai perusahaan besar di Indonesia

IDN Times / Nana Suryana

Tak hanya menjual produknya sendiri, olahan nata de coco hasil karya Nia juga saat ini menjadi penyuplai sejumlah pabrik nata de coco terbesar di Indonesia, termasuk para pengepulnya di sejumlah kota seperti Bandung, Lampung, Bekasi, Bogor, Cianjur, bahkan kota-kota lainnya di Jawa Tengah.

Dalam satu bulan, Nia saat ini mampu memproduksi sebanyak 100 ribu lembar atau sekitar 100 ton nata de coco yang siap diolah menjadi minuman. 

"Penyuplai nata de coco terbesar di Indonesia itu dari Ciamis, ada puluhan pembuat nata de coco yang memproduksi 300 ton per bulan," ujarnya.

Berita Terkini Lainnya