TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ulama Dukung People Power, MUI: Lebih Baik Diam

MUI: Ngomong yang baik atau diam

IDN Times/Galih Persiana

Bandung, IDN Times – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengklaim bahwa seluruh ulama, pemuka agama Islam, pimpinan pondok pesantren, habib, hingga cendikiawan muslim di Jawa Barat telah sepakat untuk tidak mendukung gerakan people power. Tapi, di lapangan fakta berbicara bahwa masih ada ulama dengan banyak pengikut yang getol mendukung gerakan “people power”.

Fakta tersebut tidak ditampik oleh Ketua MUI Jawa Barat, Rahmat Syafei, ketika ditemui wartawan di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung, Rabu (15/5). Ia mengakui adanya ulama yang tidak sepakat dengan MUI, dan masih gemar membakar semangat pengikutnya untuk berunjuk rasa dan menggugat hasil Pemilu serentak 2019 yang diumumkan pada 22 Mei 2019.

1. Berbicara baik atau diam

IDN Times/Galih Persiana

MUI, kata Rahmat, hanya sebuah majelis yang bersifat mengimbau—bukan bertindak. Maka itu, MUI Jabar hanya bisa memberi saran kepada ulama yang ingin menggugat keputusan KPU, untuk berhenti mengampanyekan people power.

“MUI sifatnya mengimbau, mengingatkan habib, ulama, ya semuanya lah.  Jadi dalam bahasa agama itu, adalah ngomong yang baik, isinya baik, di tempat baik. Ngomong yang baik atau diam. Tugas mulut itu berbicara baik, atau diam. Ini seperti itu tugas (bagi ulama),” kata Rahmat, setelah menggelar acara Multaqo (Pertemuan) Ulama, Habaib, Pimpinan Pondok Pesantren, dan Cendikiawan Muslim Se-Provinsi Jawa Barat di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung, Rabu (15/5).

2. Meminta ulama untuk mengonfirmasi setiap informasi

IDN Times/Galih Persiana

Tak hanya soal ucapan, MUI Jabar juga mengimbau ulama di seluruh Indonesia agar selalu mendalami setiap informasi yang diterima. Jangan sampai, kata Rahmat, ulama justru menyebarluaskan informasi yang kebenarannya belum teruji.

“Jadi (ulama) jangan terprovokasi juga. Buktikan dulu (dugaan kecurangan), baru berbicara. Kan caranya ada,” tuturnya.

3. Masyarakat jangan terprovokasi

IDN Times/Galih Persiana

Begitu juga pada umat muslim di Indonesia, Rahmat mengatakan untuk cerdas dalam mengolah informasi. Berbagai dugaan kecurangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menurut Rahmat tak dapat dibuktikan, sehingga tak dapat dijadikan alasan untuk protes pada 22 Mei 2019.

“Kami mengingatkan untuk menyikapi situasi yang berkembang pada hari ini, yaitu tentang Pilpres dan Pileg. Tampaknya banyak pernyataan yang tidak sesuai dengan bukti. Oleh karena itu, ajakan apapun untuk yang istilahnya people power, itu jangan diikuti. Itu hanya perbuatan yang mencoba menggiring atau membuat sebagian masyarakat untuk terbawa arus,” ujar Rahmat.

Baca Juga: Kapolda Jabar Imbau Mahasiswa dan Warga Tak Ikut Ajakan People Power

4. MUI haramkan gerakan people power

Sebelumnya, dalam acara yang sama, Rahmat juga mengatakan jika mengikuti people power bisa terkena nilai haram. Pasalnya, gerakan tersebut terindikasi sebagai gerakan pemberontakan yang mana diharamkan dalam ajaran Islam.

Namun, haram yang dimaksud Rahmat tidak semudah itu dipahami. Menurut dia, people power dapat dikategorikan sebagai kegiatan haram jika memang mengandung nilai-nilai inkostitusional.

“Jadi artinya people power yang dilakukan itu bisa dikenai haram, kalau (mengandung nilai) inkostitusional. Itu termasuk bughat (pemberontakan). Bughat itu adalah cara menggulingkan pemerintahan yang sah. Itu termasuk bughat,” kata Rahmat.

Rahmat melanjutkan, “Bughat itu dilarang dan harus diperangi. Bughat itu adalah haram. People power yang sama dengan bughat itu adalah haram. Seperti itu,” ujarnya, menekankan larangan ikut kegiatan people power yang wacananya digelar pada 22 Mei 2019.

Baca Juga: MUI Jawa Barat Pastikan Gerakan People Power Haram

Berita Terkini Lainnya