TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemacetan Bandung Berdampak pada Ekonomi, LRT Harus Disegerakan 

Kemacetan dapat berdampak pada perubahan minat investor

DIshub Pemkot Bandung

Bandung, IDN Times – Kemacetan di Kota Bandung yang semakin hari semakin menjadi-jadi bukan hanya membuat psikologi warganya tertekan, melainkan pula berdampak pada sektor ekonomi. Setidaknya, hal tersebut yang menjadi opini akademisi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi.

Kemacetan Bandung baru-baru ini menjadi perhatian nasional. Asian Development Bank (ADB) lewat studinya yang mengukur kemacetan kota di negara-negara berkembang Asia menempatkan Kota Bandung di posisi 14 sebagai kota termacet. Posisi tersebut menyusul DKI Jakarta yang duduk di posisi 17.

1. Berdampak pada minat usaha perhotelan

tidurmana.com

Salah satu dampak dari kemacetan yang terjadi di Kota Bandung, adalah berubahnya minat para pengusaha perhotelan di Kota Bandung. Misalnya, maraknya hotel-hotel yang dibangun tepat di samping tempat perbelanjaan.

“Hotel-hotel itu berdiri, misalnya, di samping Trans Studio, Cihampelas Walk, dan tempat perbelanjaan lainnya. Itu upaya untuk menjangkau pusat ekonomi (karena kemacetan Bandung),” kata Acuviarta, kepada IDN Times lewat sambungan telepon, Selasa (9/10).

Menyempitnya ruang ramah investasi bisnis perhotelan itu merupakan zoom in dari kerugian lainnya yang timbul dari kemacetan di Kota Bandung. “Banyak sekali, sampai menyebabkan polusi dan borosnya konsumsi bahan bakar.”

2. Perbaikan infrastruktur

IDN Times/Yogi Pasha

Salah satu solusi dari problema kemacetan Bandung ini, kata Acuviarta, ialah dengan memperbaiki dan memperbanyak moda transportasi di Bandung. Misalnya, pengadaan LRT (Lintas Rel Terpadu) yang harus segera direalisasikan dalam waktu dekat.

“Ada juga yang lainnya, misalnya peremajaan angkot, termasuk dengan skema 3 in 1 di kawasan-kawasan tertentu seperti Dago (Jalan Ir. H. Djuanda),” ujarnya.

3. Bandung Urban Mobile Project

IDN Times/Galih Persiana

Soal LRT atau lebih akrab disebut monorel, sebenarnya telah termaktub dalam cetak biru transportasi Bandung berjudul Bandung Urban Mobile Project (disusun Dinas Perhubungan Kota Bandung di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil).

Namun, dalam Bandung Urban Mobile Project, biaya menghadirkan LRT atau monorel di Kota Kembang tidaklah murah. Pemerintah perlu sekitar Rp6,279 triliun untuk dapat membangun prasarana monorel di Bandung—sebuah ongkos yang mahal untuk menuntaskan kemacetan.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) Kota Bandung tentu jauh dari kata mampu untuk memiliki duit Rp6,279 triliun. Dalam APBD tahun anggaran 2019, Dishub Pemkot Bandung cuma kebagian Rp105 miliar. Duit itu pun dialokasikan untuk seluruh program Dishub, bukan hanya untuk pengadaan monorel.

Maka solusinya adalah pola Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau disebut investasi. Namun, sama dengan permasalahan lainnya, investasi untuk transportasi di Kota Bandung amat sulit didapat. Buktinya, hingga saat ini belum ada investor yang mau menanamkan modalnya di sana.

Berita Terkini Lainnya