TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cara Pengembang Games Lokal Agate Bersaing dengan Asing

Indonesia punya segudang orang kreatif.

IDN Times/Azzis Zulkhairil

Bandung, IDN Times – Sejak berdiri pada 2009, Agate menjadi pengembang game yang konsisten mengumpulkan ide kreatif dari para karyawannya. Saat ini, perusahaan games developer itu tengah berencana untuk mengorbitkan sebuah games yang terinspirasi dari karakter-karakter legenda Indonesia dan diberi nama Kode Atma.

Agate optimistis bahwa karakter berdasarkan dongeng Indonesia dapat dinikmati oleh gamers di Indonesia, bahkan internasional. “Kami ingin memberikan experience yang berbeda lewat karakter mythical khas Indonesia, bahkan sampai ke pasar asing,” kata Shieny Aprilia, Chief Marketing Officer Agate kepada IDN Times saat ditemui di kantornya, Gedebage, Kota Bandung, Jumat (25/10).

1. Indonesia dan DNA kreatif

IDN TImes/Galih Persiana

Hal tersebut merupakan salah satu strategi Agate untuk semakin memantapkan pencapaiannya di kancah internasinal. “Indonesia itu punya DNA orang-orang kreatif. Sangat kreatif. Kami merasa bahwa kreatifitas ini bisa menang di global,” ujarnya.

Agate memang sudah beberapa kali mengikuti ajang internasional di berbagai negara. Tapi, bagi Shieny itu hanyalah bendera kecil yang mereka tancapkan di level internasional. Ke depannya, Agate memilki strategi lain untuk menancapkan bendera yang lebih besar.

“Banyak banget dongeng dan hal-hal lainnya yang ada di Indonesia, dan dipandang unik oleh orang asing. Itu bisa dibikin menjadi games.

2. Belajar dari Pokemon

thegeekiary.com

Sebenarnya, karakter yang diambil dari cerita rakyat sebuah daerah bukan kali ini saja menjadi strategi jitu bagi para pengembang games. Pokemon, misalnya, yang menjadi waralaba tersukses kedua setelah Mario Bros bagi Nintendo (Jepang). Games tersebut diorbitkan pada 1995 dan dibikin oleh Satoshi Tajiri.

Kisah Pokemon diambil dari kebiasaan anak-anak kecil di Jepang pada masa lalu, di mana gemar memburu serangga di hutan-hutan. Namun, budaya yang terbangun secara bertahun-tahun itu mesti lenyap seiring dengan aturan pengelolaan hutan di Jepang yang membatasi akses masyarakat masuk ke hutan.

Dengan hilangnya budaya tersebut, para pembikin Pokemon ingin memberikan pengalaman serunya menangkap serangga di hutan lewat games pada gamers generasi 1990-an. Ide tersebut direspons baik oleh Nintendo dan belakangan menjadi salah satu games yang digemari masyarakat dunia.

Pada 23 April 2008, omzet penjualan video games Pokemon tercatat telah mencapai 180 juta kopi—melebihi penjualan video games Transformers.

3. Bagaimana proses terbentuknya games di Agate

agate.id

Langkah pertama dari pembuatan sebuah games, baik melalui medium console, mobile, atau yang lainnya, tentu merupakan ide. Di Agate, kata Shieny, setiap karyawan berhak menyampaikan ide dan dipikirkan matang-matang oleh timnya.

“Setelah ide diterima, kami akan membuat kajian feasibility untuk mengukur apakah ide ini bisa sustain di lapangan atau tidak,” tuturnya.

Jika memang dinilai layak untuk dipasarkan, Agate baru akan membuat tim kecil untuk membangun video games tersebut mulai dari tahap prototype. Tim tersebut terdiri dari beberapa orang dengan profesinya masing-masing, mulai dari penulis kisah hingga animator.

Setelah games rampung, Agate akan lebih dulu mengujinya pada para tester internal mereka.

Berita Terkini Lainnya