Sepenggal Cerita Inen Ruslan dan Abah Landu, Pelaku Sejarah KAA 1955
Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 menjadi sejarah yang amat penting bagi Indonesia. Dalam konferensi yang diselenggarakan pada 18-24 April 1955 tersebut, Indonesia sebagai tuan rumah berhasil mengumpulkan 29 negara untuk bersama-sama memberikan sudut pandang pada era perang dingin.
Dibalik konferensi yang menghasilkan Dasasila Bandung itu, terselip pada pekerja yang ikut serta menyukseskan acara. Para pelaku sejarah tersebut di antaranya adalah Inen Ruslan dan Abah Landu.
Inen kala itu dipercaya sebagai fotografer dokumentasi kegiata KAA. Sedangkan Landu menjadi pihak di bagian akomodasi dan transportasi yang harus menyediakan kendaraan bagi para duta besar perwakilan setiap negara.
Dalam bincang santai jelang peringatan KAA ke-66 di Museum KAA (MKAA), Inen menceritakan bahwa dia dulu menjadi salah satu remaja yang dipercaya jadi juru foto dokumentasi seluruh kegiatan KAA. Meski banyak anak muda yang minta diikutsertakan, Inen yang kala ini juga bekerja sebagai pekerja foto di salah satu media massa, dinilai memiliki teknik paling baik.
"Dari pihak penyelenggara dari Kementerian Penerangan wartawan tergantung mereka. Tapi waktu itu ternyata Pak Inen yang paling muda dan menguasai pemotretan sebagai wartawan foto," ujar Inen, Jumat (5/3/2021).
Menurutnya, kala itu terdapat studio foto yang bisa diajak bekerja sama untuk bidang pemotretan. Namun, pihak panitia lebih memilih Inen untuk menjadi juru foto KAA 1955. Pekerjaannya sebagai seorang wartawan jadi nilai lebih karena dianggap bisa bebas berekspresi tapi tetap mengikuti peraturan acara.
1. Bawa 20 rol film agar tidak kehabisan selama acara
Dia menuturkan, pada saat ini kamera yang digunakannya yaitu Leica FIII pabrikan Jerman. Sebagai salah satu wartawan yang diminta secara langsung mengabadikan KAA, Inen pun memikirkan bagaimana caranya dalam tujuh hari dia tidak melewatkan satu momen penting apapun itu.
Alhasil, Inen langsung menenteng 20 rol film untuk kameranya. Pikirnya, kalau kehabisan film saat acara dan harus membelinya, jelas akan memakan waktu. Padahal konferensi ini sangat penting dan tidak boleh terlewat pada setiap kegiatan apapun selama acara.
"Dulu dikasih tahu, jangan sampai film habis. Karena kita mau beli ke mana. Kalau ada pidato nanti bisa ketinggalan," ujar Inen mencontohkan arahan dari salah satu panitia acara.
Baca Juga: KAA Tidak Cuma soal Wilayah, Sukarno Ingatkan Ada Kolonialisme Modern