TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Peringati Hari Kartini, Wanita Ini Menari Sintren Selama 21 Jam 

Kebudayaan semakin tergerus oleh kemajuan teknologi

IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Berbagai kegiatan kerap dilakukan untuk memperingati Hari Kartini. Salah satunya dilakukan Paguyuban Seni Sekar Laras yang menggelar acara Tarian Sintren yang dilakukan selama 21 jam dengan tema 'Ruang Tanpa Batas'.

Ketua Paguyuban Seni Sekar Laras, Darto menjelaskan Tarian Sintren merupakan tarian yang menjadi simbol seorang perempuan. Lewat penampilan ini paguyuban berupaya merefleksikan perjuangan Kartini sebagai salah satu pejuang perempuan dari Indonesia.

"Jadi dalam Hari Kartini kami mencoba membangkitkan lagi semangat juang kaum perempuan," kata Darto di Taman Cikapayang, Jalan Ir Djuanda, Kota Bandung, Minggu (21/4).

1. Tarian kebudayaan daerah yang perlahan luntur

IDN Times/Debbie Sutrisno

Dibalik penampian tarian sintren, Darto menuturkan bahwa jenis kesenian yang paguyuban ini pelihara kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal menurutnya kesenian tari sintren merupakan warisan budaya.

"Adanya pergeseran nilai budaya, akhirnya atensi masyarakat mulai teralihkan oleh budaya populer, padahal pada jamannya ini sangat digandrungi," ujarnya.

Melalui peringatan Hari Kartini ini, Darto bersama paguyuban seninya mencoba menghadirkan kembali kesenian tarian sintren di tengah-tengah masyarakat.

Dia mengatakan, kesenian tersebut perlu dikolaborasikan dengan sesuatu yang bisa diserap oleh masyarakat. Karena menurutnya setiap kesenian memiliki makna.

"Kesenian itu akan tetap hidup ketika masyarakat menghidupinya," kata dia.

2. Berharap budaya ini tetap hidup

IDN Times/Debbie Sutrisno

Melalui berbagai kegiatan termasuk dalam gelaran memperingati hari kartini, Darto dan rekan-rekan sesama paguyuban berharap kesenian tarian sintren yang dia budayakan tetap hidup dan bertahan. Dia pun meminta baik pihak pemerintah dan masyarakat sipil tak bosan menggelar berbagai acara yang menampilkan kebudayaan tari-tarian. Sebab, faktor punahnya sebuah kesenian adalah tidak adanya ruang pertunjukan.

"Saya bersama teman-teman terus bergerak menciptakan ruang-ruang pertunjukan, karena salah satu faktor punahnya kesenian itu tidak ada ruang untuk pertunjukan," kata dia.

Baca Juga: Gunakan Kebaya dan Vespa, Puluhan Perempuan Ramaikan Kartini Ride

Berita Terkini Lainnya