Pameran Foto Bertema Kemerdekaan Digelar di Reruntuhan Tamansari
Karya foto ini akan disajikan sampai 31 Agustus
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Sejumlah fotografer yang tergabung dalam Sub-Unit Photo’s Speak menggelar pameran bertajuk Egalite di reruntuhan pemukiman, Jalan Tamansari, Kota Bandung. Terdapat 113 karya foto yang dipajang bercerita beragam perspektif tentang kesetaraan manusia dan kemerdekaan dalam kehidupan sosial.
Salah satu panitia pameran, Sutanto Nurhadi Permana mengatakan, ada 12 pameris yang ikut serta dalam pameran Egalite. Mereka adalah pegiat fotografi dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Pria yang akrab disapa Sut ini menjelaskan, keseteraan menjadi isu yang serius dan terus berkembang saat ini. Apalagi bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan Indonesia, konsepsi mengenai hal ini selalu ditemukan kontradiksi dalam keseharian.
“Di ranah kemerdekaan, kesetaraan yang menjadi konsepsi awal munculnya kemerdekaan pun semakin bias. Ini yang mendasari kami mengapa menggelar pameran dengan tema Egalite,” kata dia akhir pekan kemarin.
1. Mengajak pengunjung pahami makna kesetraan
Menurut Sut, para pameris berusaha merefleksikan pandangannya itu melalui medium foto cerita. Tujuannya, mengajak siapa pun untuk memahami kembali sejauh mana makna kesetaraan telah diaplikasikan di lingkungan terutama dalam momen kemerdekaan.
“Apakah benar kita sudah setara ? Apakah benar kita sudah merdeka? Kira-kira yang melatarbelakangi adanya pameran ini. Namun, para pengunjung pun kami bebaskan menginterpretasikan makna kesetaraan dan kemerdekaan,” kata dia.
Ratusan foto cerita itu di pajang di tembok-tembok pemukiman warga Tamansari yang tak lagi utuh setelah mengalami penggusuran oleh Pemerintah Kota Bandung. Foto yang dicetak dengan variasi ukuran itu dilengkapi dengan narasi berbentuk naskah pandangan dan cerita dari masing-masing pameris.
Salah satu karya foto milik Thoudy Badai Rifanbillah. misalnya, menceritakan kehidupan seorang veteran perang bernama Abah Ono yang hidup di dalam rumah berukuran 4x7 meter kumuh. Ia harus berbagi ruangan bersama dua anak dan enam cucunya.
Namun, Abah Ono menolak untuk mengemis simpati. Merasa bangga adalah pilihannya, karena menjadi salah satu pelaku sejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Cerita di Balik Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI
Baca Juga: Ketika Kemerdekaan Disabilitas Netra Direnggut Kebijakan Pemerintah