TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mandiri Energi Ala Pesantren, Maksimalkan Panel Surya hingga Biogas

Sudah saatnya kita beralih gunakan energi ramah lingkungan

Dua santri di Pondok Pesantren Baiturrahman sedang membersihkan debu yang menempel pada panel surya. IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Dua santri menenteng ember bergegas mengambil air dari keran yang berada di dekat ruang peralatan listrik. Setelah ember terisi penuh, keduanya lekas menuju tempat 10 panel surya berdiri tegap.

Menggunakan busa yang telah dimasukkan ke dalam ember berair, keduanya lantas membersihkan perlahan panel surya. Tak berselang lama, setelah debu yang menutupi panel surya terangkat, mereka masuk ke ruang listrik memeriksa kondisi panel listrik dan baterai yang dipakai menyimpan listrik dari panel surya tersebut.

"Biasa ini sebagai pembelajaran kepada para santri juga. Jadi mereka bisa tahu apa itu panel surya dan manfaat dari energi terbarukan," ujar Iman Abdurhaman, pembina yayasan Baiturrahman Indonesia, ketika berbincang dengan IDN Times, Jumat (27/8/2021).

Panel surya yang berada di pondok pesantren Baiturrahman berada tidak jauh dari asrama santri. Letaknya ada di bawah, tidak di atap bangunan. Setiap santri bisa langsung melihat panel surya ini karena mudah diakses. Bahkan PLTS ini pun kerap dijadikan sebagai alat pembelajaran untuk santri ketika belajar ilmu fisika.

Dari panel ini, listrik yang dihasilkan mencapai 1KW atau 1.000 watt. Suplai itu biasanya digunakan untuk penerangan lampu jalan sepanjang malam hingga pagi hari sekitar 700 watt, dan 300 watt disimpan di dalam baterai.

Iman menceritakan, keberadaan PLTS ini memang belum lama, yaitu sekitar 2019. Kala itu pada peneliti dari Pusat Penelitan Tenaga Listrik dan Mekatronik (P2 Telimek) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dan hingga saat ini keberadaan PLTS masih termanfaatkan untuk suplai listrik di ponpes Baiturrahman.

Secara administratif, Pesantren Baiturrahman berada di Jalan Ciparay, Kabupaten Bandung. Posisinya tidak terlalu dari jalan raya sehingga suplai listrik dari PLN pun sudah masuk. Meski demikian, kebutuhan uang untuk membayar listrik dalam satu bulan cukup besar bisa mencapai Rp15 juta

Maka ketika ada pembangunan PLTS dengan 10 panel surya jelas cukup membantu. Apalagi sumber EBT ini bisa menjadi pelengkap sumber energi lain yang juga dimiliki pesantren ini, yaitu Biogas dari kotoran sapi.

"Jelas ada manfaatnya. Karena kita jadi lebih bayar listrik kan. Apalagi PLTS ini kalau perawatannya baik dan rutin tidak ada masalah. Kami sudah dua tahun pakai tidak ada kerusakan signifikan," ujar Iman.

1. Suplai listrik di asrama santri gunakan listrik dari biogas

Seorang petugas sedang mengecek saluran biogas di Pondok Pesantren Baiturrahman, Kabupaten Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Sebelum ada pembangunan PLTS, Pesantren Baiturrahman sudah memiliki instalasi biogas. Dengan lima tabung yang ada untuk menampung kotoran sapi, listrik yang dihasilkan bisa mencapai 10KW.

Dibangun sejak 2016, listrik yang dihasilkan dari biogas ini digunakan untuk pemakaian listrik di salah satu asrama. Setidaknya ada 120 santri yang memakai listrik dari biogas mulai untuk menyetrika, air, dan kebutuhan lainnya.

"Jadi listrik dari gunakan secara bergantian antara biogas, mikro hidro, dan dari PLN. Karena belum bisa semua kebutuhan listrik tercukupi dari biogas, jadi masih harus gantian penggunaannya," papar Iman.

Menurutnya, di pesantren ini penggunaan EBT memang ingin dioptimalkan. Selain PLTS dan biogas, sempat juga dibangun pembangkit listri tenaga mikro hidro (PLTMD). Berjalan selama 6 bulan dan menghasilkan listrik 5KW, proyek ini harus berhenti.

Musababnya, suplai air di sungai yang datang dari Situ Cisanti sering kali mengering. Selain itu, ketika air kembali masuk, masalah berikutnya adalah sampah. Buangan warga mulai dari sampah besar hingga sampah kecil kerap masuk ke sungai. Meski sudah ada saringan agar tidak ada sampah masuk ke alat PLTMD, tapi tetap saja tidak kotoran bisa disaring.

"Yang ada jadi rusak mesin. Kasihan runner (pekerja) yang benerin. Makanya kita stop dulu," ungkapnya.

Sementara untuk suplai listrik dari biogas, lanjut Iman, saat ini juga sedang berhenti untuk direnovasi. Ke depan suplai bahan baku akan dioptimalkan dari kotoran manusia dan sampah organik saja, tidak ada sampah hewan seperti sapi.

Selain listrik, dari biogas ini juga akan mengalirkan gas untuk 11 rumah guru yang mengajar di Pesantren Baiturrahman. Dengan demikian, para guru tidak akan direpotkan dalam pemenuhan listrik dan gas untuk memasak.

2. Pembangunan PLTS di pesantren bisa bantu pemerintah capai target pemenuhan EBT

Seorang santri membersihhkan panel surya di Pondok Pesantren Baiturrahman, Kabupaten Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 70 MWp PLTS Atap akan terpasang pada akhir tahun ini. Dengan teknologi yang kian mutakhir dan biaya yang semakin ekonomis, Pemerintah pun mendorong pemanfaatan PLTS Atap yang lebih luas lagi dengan menerbitkan aturan yang ramah bagi pengguna PLTS Atap.

Saat ini tengah disusun Rancangan Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

Regulasi tersebut merupakan perluasan dari Permen ESDM No.49/2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero) jo. Permen ESDM No. 13/2019 jo. Permen ESDM No. 16/2019.

Untuk menyukseskan program PLTS Atap, Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat (Jabar) pun coba membangun instalasi tersebut di berbagai tempat mulai dari bangunan kedinasan, sekolah, hingga pondok pesantren.

Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Provinsi Jabar, Slamet Mulyanto mengatakan, potensi energi dari PLTS di provinsi ni memang cukup baik. Kondisi geografis di Jabar sangat mendukung dalam pembangunan PLTS..

Sejak ramai diperbincangkan pada 2018, pihaknya coba menyukseskan program pemerintah dengan membangun sejumlah PLTS Atap. Pada 2019 terdapat tujuh tempat yang dibangunkan PLTS, yakni gedung Pakuan, gedung DPRD Jabar, SMK Negeri 3 Bandung, SMK Negeri 4 Bandung, serta tiga lagi ada di kantor dinas ESDM cabang Purwakarta, Cianjur, dan Tasikmalaya.

"Ini cukup menjanjikan karena efisien dan bisa menghemat bulanan (pembayaran listrik)," ujar Slamet saat berbincang dengan IDN Times.

Untuk pembangunan PLTS Atap di pondok pesantren, lanjutnya, sudah ada tujuh titik yang akan jadi percontohan. Ini tersebar di tujuh kantor wilayah dinas ESDM Jabar.

Adapun ketujuh pesantren tersebut adalah, Al-Ittihad (Cianjur), Al-Asyriyyah Nurul Iman (Bogor), As-Syafiiyah (Purwakarta), As-Syifa (Bandung), Al-Ittifaq (Sumedang), Manahijul Huda (Tasikmalaya), As-Salafiiyah (Cirebon)

Sayangnya, keinginan Dinas ESDM Jabar untuk merealisasikan pembangunan ini pada 2020 terhambat akibat pandemik COVID-19. Sebab, dana yang ada harus dialihkan ke yang lebih penting yakni, penanganan dampak wabah virus corona.

Meski demikian, ketika keuangan daerah memadai pascaCOVID-19, maka Dinas ESDM akan bergerak cepat melakukan pembangunan. Slamet menuturkan, untuk satu proyek maksimal bisa mencapai Rp1,7 miliar. Dari Dana itu pihaknya bisa membangun PLTS Atap yang menghasilkan listrik mencapai 78,1KW. Sementara untuk proyek paling kecil membutuhkan dana sekitar Rp540 juta, di mana listrik yang dihasilkan sekitar 15,6KW.

"Saya sudah berbincang dengan mereka yang memasang PLTS Atap, itu memang kurang lebih bisa mencapai 40 persen penghematan. Pemeliharaannya mudah dan kerusakan tidak terlalu parah paling hanya jaringan. Dan panel surya seperti ini bisa bertahan hingga 25 tahun," kata Slamet.

Baca Juga: Proyek PLTS Terapung Cirata Dapat Dukungan 3 Bank Internasional

Baca Juga: KBRI Seoul Hidupi Listrik dengan Panel Surya, Hemat Biaya Rp60 juta

3. Panel surya sangat cocok dikembangkan di Indonesia

PLTS Atap dibangun di salah satu stasiun kereta api. IDN Times/Dhana Kencana

Potensi penggunaan EBT di pondok pesantren diakui Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI). Ketua AESI Andhika Prastawa menuturkan, selain bisa berfungsi sebagai penghematan, keberadaan PLTS atau biogas di pesantren bisa bermanfaat bagi ilmu pengetahuan para santri dalam pengembangan teknologi pembangkit listrik dari EBT.

Menurutnya, prospek pengembangan energi surya sangat besar sekali. Dari potensi energi surya 207,8 GW, sekarang baru dimanfaatkan kurang dari 200 Mwp. Ini menunjukkan kesenjangan yang sangat besar, yang di satu sisi adalah tantangan.

"Tetapi di sisi lain merupakan peluang untuk berbagai pihak untuk untuk berpartisipasi untuk memanfaatkan energi surya,” ujar Andhika dikutip dari siaran pers.

Dalam pengelolaan energi nasional, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014 (PP 79/2014) tentang Kebijakan Energi Nasional mencanangkan target bauran energi dengan kontribusi energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Kebijakan ini diperkuat lagi dengan Peraturan Presiden Nomor Nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional yang menargetkan energi nasional sebesar 23 persen dari energi baru terbarukan.

Andika menambahkan, dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, Indonesia masih tertinggal dalam pemanfaatan matahari menjadi energi surya. Oleh karena itu perlu adanya upaya dan dorongan pemerintah dan pihak-pihak dalam memanfaatkan energi surya.

“Penerapan energi surya di pesantren dengan menggunakan PLTS dapat mempercepat pencapaian target pemerintah untuk menciptakan 23 persen energi baru terbarukan di tahun 2025. Pemasangan PLTS atap juga sangat mudah,murah,  tidak memerlukan area yang luas dan bisa dipasang di di grup-grup kecil atau bangunan-bangunan yang tersebar," kata dia.

Pemanfaatan energi surya di pesantren umumnya digunakan untuk penerangan bagi kegiatan belajar mengajar, catut daya, maupun untuk pompa air. Terlebih untuk di masa pandemik ini, PLTS atap cocok digunakan dalam penghematan pembayaran listrik PLN.

Dokumen Kementerian ESDM

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan bahwa energi surya mampu mengakselerasi pertumbuhan EBT di Indonesia sekaligus mentransformasi kebutuhan energi bersih di masa mendatang. Untuk itu, pemerintah tengah bergerak cepat dengan melakukan tiga pendekatan agar pengembangan listrik tenaga surya bisa tumbuh lebih cepat.

"Matahari ini kan ada di manapun. Dari segi potensi, matahari ini sangat membantu menuju net zero emission. Bisa dibilang surya merupakan pilihan ekspansi (EBT) yang tak terbatas," jelas Dadan saat diskusi virtual bertajuk Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia, dikutip dari laman Kementerian ESDM.

Dalam proses pengembangan PLTS ini, lanjut Dadan, pemerintah memiliki tiga pendekatan. Pertama, PLTS Skala Besar dengan target pembangunan 4,68 Giga Watt (GW) setara dengan reduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,97 juta ton CO2e. Selanjutnya, target PLTS Terapung di 271 lokasi setara 26,65 GW dengan reduksi emisi GRK sebesar 39,68 juta ton CO2e.

"Kita sudah punya contoh yang baik dari PLTS Terapung Cirata dan kita ingin memiliki proyek kelanjutannya. Apalagi isu dari pengadaannya hampir minim," ujar Dadan.

Pendekatan terakhir adalah pengembangan PLTS Atap dengan target mencapai 3,61 GW atau setara menurunkan emisi GRK 5,4 juta ton CO2. "Kami sudah melakukan kajian melihat dari sisi pemanfaatan ekspor-impor dengan prinsip 1:1," kata Dadan.

Baca Juga: PLTS Stasiun Batang, Mencetak Sejarah dengan Kemandirian Energi

Baca Juga: Menteri Energi Swedia: Indonesia Bisa Tarik Banyak Investasi di EBT

Berita Terkini Lainnya