TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Karya Seni Artis Disabilitas yang Mengudara ke Penjuru Negeri

Dukungan pada difabel penting untuk membuat mereka mandiri

Seorang artis disabilitas, Adryan (27) tengah menggambar ditemani fasilitator di studio grafis Tab Space, Kota Bandung. Debbie Sutrisno/IDN Times

Bandung, IDN Times - Tangan kanan Adryan sigap menggambar semangkuk mie beserta tahu isi di atas selembar kertas putih. Sesekali dia melirik ponselnya yang memperlihatkan gambar mie sungguhan lewat laman Google. Adryan coba meniru dan memodifikasi foto tersebut untuk dituangkan dalam lukisannya.

Sarapan menjadi tema menggambar saat itu. Karena sering makan mie di pagi hari sebelum beraktivitas, Adryan pun memilih semangkuk mie penuh beserta isinya jadi pilihan gambarnya.

Didampingi Rizka Safitri sebagai art fasilitator, Adryan tampak leluasa menggerakan tangannya, lincah tanpa kesulitan. Di depannya terdapat dua gelas besar berisi puluhan krayon dan pensil mewarani. Adryan bebas menggambar menggunakan warna apapun sesuka hatinya.

Tak hanya Rizka, pria 27 tahun ini pun ditemani lukisan John Lenon, vokalis The Beatles. Gambar itu dia lukis sendiri karena senang dengan band asal Inggris tersebut.

"Sekarang kita lagi bikin gambar temanya sarapan. Jadi mereka (para artis disabilitas) menggambarkan makanan apa yang biasanya disiapkan buat sarapan atau yang mereka mau," ujar Rizka saat berbincang dengan IDN Times di kantor Tab Space, di Kota Bandung, Rabu (23/3/2023).

Tab Space merupakan sebuah studio grafis yang mempekerjakan seniman disabilitas. Di sini, para penyandang disabilitas yang mempunyai keahlian dalam menggambar diajak bekerja sama untuk menghasilkan sebuah karya.

Salah satu artis disabilitas yang sudah bekerja dari awal berdirinya Tab Space adalah Adryan. Dia juga menjadi satu dari empat artis yang karyanya digunakan oleh JNE untuk berbagai keperluan perusahaan. Mulai dari desain baju, buku, tumbler, hingga poster, menggunakan desain dari para artis disabilitas di Tab Space.

Founder Tab Space, Imaniar menceritakan, awal mula dia mendirikan Tab Space karena kesukannya dengan gambar anak yang kuat (powerfull). Anak-anak bisa mengekspresikan berbagai macam hal sesuai keinginannya dalam sebuah gambar.

Sempat mempelajari mengenai gambar anak dari 2015 hingga 2017, Iman kemudian bekerja sebagai art vasilitator bagi penyandang disabilitas di sebuah kampus di Bandung. Berselang dua tahun, dia kembali berkecimpung dalam gambar anak.

Namun di tengah pekerjaannya ini, Iman melihat bahwa gambar anak dan gambar yang dihasilkan penyandang disabilitas sama-sama kuat dan memiliki makna besar dalam setiap karyanya. Padahal gambar yang dibuat oleh para difabel tersebut dari segi umur jelas beda karena mereka berada di tengah usia sekitar 20 tahun hingga 30 tahun.

"Akhirnya konsep ini yang kita gabungkan. Bahwa mereka (penyandang disabilitas) pun bisa cari uang sendiri dengan karyanya. Mereka bisa mandiri. Karena karyanya bagus, dan konsepnya cocok dengan uang yang mereka butuhkan. Makanya kita coba kolaborasikan," ujar Iman.

Baca Juga: Kobarkan Semangat Bangkit Bersama, JNE Gelar Kompetisi Konten 2023

Tak sekedar aksi sosial

Sebuah tumbler dari JNE yang desainnya dibuat artis disabilitas di Tab Space. Debbie Sutrisno/IDN Times

Berangkat dari kesukannya dengan karya seni artis disabilitas, Tab Space kemudian menjalin kerja sama dalam penguatan merek sejumlah perusahaan atau pelaku usaha hingga akhirnya bertemu dengan JNE.

Saat itu JNE tengah mencari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mempunyai nilai sosial. Namun, Iman menjabarkan kepada perusahaan bahwa Tab Space bukan hanya ingin menjadikan penyandang disabilitas sebagai bahan jualan produknya.

Lebih dari itu, karya seni yang dihasilkan artis disabilitas justru keren dan bisa digunakan untuk meningkatkan nilai jual sebuah perusahaan sesuai kebutuhannya. Setelah menjalin kerja sama awal untuk ulang tahun JNE, pihak perusahaan ketagihan dan ingin merealisasikan karya artis disabilitas untuk berbagai kebutuhan.

"Jadi memang kami ga mau cuman sekedar menyelesaikan isu sosial saja. Tapi kami ingin mengedepankan bahwa karya mereka (artis disabilitas) memang bisa dipakai," ungkap Iman.

Dari setiap karya yang dihasilkan para artis, mereka akan mendapatkan bayaran yang sesuai. Dengan demikian, gaji yang didapat kemudian bisa dipakai untuk kebutuhanya sendiri atau digunakan hal lainnya.

Dia mencotohkan ada salah satu artis yang telah menerima gaji. Uang tersebut disimpan di Tab Space untuk nantinya bisa diambil. Suatu ketika artis tersebut ingin mengambil uang dan menyebut bahwa gaji yang didapat akan diberikan pada saudaranya yang butuh demi membayar uang kuliah.

"Ada juga yang dia punya saudara angkat dan disabel yang tidak bisa melakukan apapun, dia membantunya dari uang itu. Jadi ditunjukan dia bisa ngasih orang, dan artis ini senang bisa ngasilin duit dan berbagi. Jadi mereka pun sebenarnya tidak hanya wajib dibantu, tapi juga bisa memberikan ruang kepada mereka agar bisa membantu orang lain," ujar Iman.

Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan, dalam setiap permintaan yang masuk ke Tab Space, akan ada pemilihan artis mana yang dirasa cocok dengan permintaan klien. Setelah karya mereka rampung, harus ada kontrol atas kualitas yang dihasilkan. Dengan demikian karya yang nantinya dibeli tidak asal-asalan.

Tak hanya itu, gambar yang dihasilkan pun nantinya bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari kalender, kartu pos, baju, atau kebutuhan lain yang memang diinginkan.

"Jadi ga asal teplokin (menempelkan) gambar aja. Kita sudah ada gambar yang dibuat di baju atau produk dengan rekanan UMKM lain," kata dia.

Menurutnya, selama ini banyak karya yang dihasilkan para penyandang disabilitas sekedar jadi pajangan di rumahnya masing-masing. Atau ujungnya diperjualbelikan dalam sebuah kegiatan amal semata.

Hal ini yang coba diubah Iman dan rekan-rekannya di Tab Space. Dia ingin meyakinkan banyak orang bahwa gambar yang dihasilkan artis disabilitas benar-benar bagus. Sistem kemudian dibuat agar karya mereka bisa diterima dengan kehadiran art fasilitator yang bisa mempresentasikan buah tangan artis disabilitas kepada setiap calon kliennya.

Berdiri sejak 2021, saat ini artis disabilitas yang bekerja sama dengan studio desain Tab Space sudah ada sembilan orang. Tujuh berada di Kota Bandung dan dua di Jakarta. Selain itu terdapat tiga pelajar yang sudah ikut berkarya.

Sejauh ini beberapa karya dari para artis disabilitas ada yang mejeng di Uniqlo Neighborhood Trans Studio Mall Bandung. Kemudian ada juga di toko rekanan seperti Toko Kopi Djawa, Grammars, Kineruku, dan Di Ruang Dini.

Baca Juga: JNE Kembangkan Fulfillment Center di Solo, Gibran Ingin Showcase UMKM

Bergerak bersama saling memberi dukungan

Salah satu desain dari kolaborasi Tab Space dan JNE yang diterapkan pada sebuah mobil di Denpasar, Bali. Debbie Sutrisno/IDN Times

Membangun sebuah studio grafis yang memperkerjakan artis disabilitas memang tidak mudah. Berbagai rintangan mengadang Iman untuk meyakinkan banyak pihak bahwa karya para artis ini layak disandingkan dengan seniman lainnya.

Satu hal yang menjadi tekad Iman di Tab Space adalah bagaiaman memberikan ruang dan dukungan kepada para penyandang disabilitas bahwa mereka bisa berkarya dan mendiri dengan karya yang dihasilkan.

Menurutnya, salah satu cara untuk memberikan dukungan kepada seseorang dengan disabilitas intelektual adalah lewat menggambar. Karena dengan menggambar bisa menjadi terapi bagi mereka untuk meluapkan ekspresinya.

Walaupun tidak semua pelampiasan ekspresi itu dengan menggambar, tapi cara ini bisa menjadi salah satu jalan agar para artis disabilitas tetap berkarya di tengah kekurangannya.

"Dengan datang ke sini mereka bisa bekerja dan menghasilkan uang. Mereka bisa bisa mendapatkan mentor hingga fasilitator. Dengan peralatan yang cukup lengkap kami ingin memberikan ruang kepada para disabilitas ini," papar Iman.

Kemandirian para penyandang disabilitas yang bekerja bersama Tab Space salah satunya dirasakan oleh orang tua Adryan, Yennie. Menurutnya, sang anak dulu tidak terlalu percaya diri atas karya gambar yang dibuatnya. Masyarakat awam hanya melihat bahwa itu adalah gambar orang dewas yang kenak-kanakan, bahkan cenderung aneh.

Namun di sini, karya Ardryan sangat dihargai. Keunikan buah tangannya tersebut lebih dihargai bahkan sudah dipakai berbagai perusahaan.

Senyum selalu terpancar dari wajah Adryan setiap kali dia akan berangkat ke Tab Space untuk bekerja setiap hari Selasa dan Jumat. Semua peralatan pendukung dibawah mulai dari laptop hingga gambar yang sudah dia buat di rumah.

"Sekarang Adryan punya penghasilan. Dia juga semakin giat berkarya di rumah, berlatih terus. Saya senang karena dulu gambar yang tidak bisa dipakai apapun, sekarang banyak yang kontrak untuk kerja sama bikin karya," kata Yennie.

Ke depannya, Yennie berharap tempat dan kerja sama seperti ini diperbanyak untuk merangkul anak-anak disabilitas yang mempunyai berbagai keahlian agar mampu mandiri. Karya mereka pun harus bisa diterimaka masyarakat secara umum sehingga lebih populer.

Artis disabilitas lainnya yang juga mengerjakan produk JNE adalah Angkasa Nasrullah Emir. Pria kelahiran 1999 ini sejak 2017 sudah aktif menghasilkan karya.

Ibu Angkasa, Iin Emir merasa bangga karena anaknya bisa berkarya dan lebih mandiri saat ini. Dulu ketika Angkasa didiagnosa sebagai spektrum autism, Iin dan suaminya takut akan masa depan Angkasa. Apalagi Angkasa tidak bisa bersekolah formal layaknya anak-anak lain yang tidak autism.

Namun seiring berjalannya waktu, Angkasa yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara ini justru menjadi pribadi yang menyenangkan dan mudah tersenyum.

"Dia tidak menyusahkan. Angkasa justru sangat humanis dan dia sangat melindungi adik-adiknya. Dengan kondisi sekarang saya berharap dia bisa bahagia dengan keadannya nya, karena saya juga bahagia dengan Angkasa," kata Iin.

Jangan pandang sebelah mata penyandang disabilitas

IDN Times/Istimewa

Kolaborasi seperti ini mendapat sambutan baik dari Dosen Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Islam Nusantara (Uninus) Eka Yuli Astuti. Menurutnya, penyandang disabilitas termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK) mempunyai kebutuhan penanganan dengan keahliannya yang beragam.

Dengan keberagaman tersebut, artinya ke depan mereka akan bisa berkarya dan bekerja dengan membuka bidang yang berbeda pula tergantung kemampuan masing-masing.

Khusus untuk difabel intelektual, hambatan yang dimiliki mereka bisa berpengaruh pada diri pribadi, sosial, fisik, akademik, hingga kemandirian beradaptasi dengan lingkungan. Meski demikian rintangan ini bisa dilalui ketika anak tersebut sedari kecil sudah dibantu, termasuk memberikan mereka pembelajaran di lembaga pendidikan.

"Semakin dini memberikan pendidikan, kita bisa tahun nantinya program pengembangan diri apa dan bagaimana prosesnya yang bisa dilakukan sehingga anak tersebut bisa mandiri mengurusi dirinya sehari-hari. Istilahnya itu bina diri," ujar Eka.

Dalam sistem pendidikan di sekolah luar biasa (SLB) misalnya, siswa yang masuk ke di tingkat sekolah dasar (SD) akan diajarkan menulis dan menghitung. Saat masuk ke level sekolah menengah pertama (SMP) mereka mulai dikenalkan dengan ragam kreativitas dan kegiatan yang nantinya bisa disukai.

Kemudian saat masuk level sekolah menengah atas (SMA), pembelajaran vokasional lebih diutamakan. Di sana siswa bisa memilih apakah mendalami ilmu memasak, kecantikan, atau kerajinan tangan.

Eka menyebut, ketika seorang anak menjadi difabel intelektual bukan berarti mereka tidak bisa bekerja seperti biasa. Tingkatan difabel mulai dari difabel intelektual ringan, sedang, hingga berat, bisa jadi pembeda pada apa yang bisa dikerjakan.

"Jadi seperti yang difabel intelektual ringan ini bisa bekerja dengan bahasa yang sederhana. Misal mereka ada yang bekerja di toko bantu orang tua kalau hanya memberikan barang atau mengembalikan kembalian uang yang pecahannya mudah itu bisa dilakukan," papar Eka.

Satu hal yang kerap jadi persoalan dalam kemandirian para difabel adalah kemauan orang tua atau keluarga memberikan pendidikan yang layak. Selama ini masih ada saja keluarga yang enggan terbuka dengan keberadaan anak yang masuk kategori difabel.

Padahal ini penting agar anak tersebut pun bisa bertemu dengan orang lain dan mendapat pelajaran baik akademik maupun sosial ketika berbaur dengan banyak orang. Bahkan, bukan tidak mungkin di balik kondisi tersebut, anak difabel bisa menorehkan prestasi yang membanggakan.

Sementara itu, Kepala Disnakertrans Jawa Barat Rachmat Taufik Garsadi mengatakan, dari data sistem informasi bahwa penyandang disabilitas dari Kementerian Sosial RI tahun 2021, jumlah penyandang disabilitas di Jawa Barat sebanyak 23.566 orang. Dari jumlah tersebut 1.478 orang penyandang disabilitas yang bekerja sekitar 6,5 persen.

"Selebihnya sebanyak 22 ribu orang belum mendapatkan pekerjaan. Nah ini tentunya PR (pekerjaan rumah) kita bersama bagaimana dari 22 ribu orang ini bisa bekerja,” kata Rachmat.

Rachmat menyebut, banyak difabel yang sudah mulai bekerja di perusahaan khususnya industri tekstil dan produk tesktil. Di salah satu perusahaan bahkan ada yang mempekerjakan 151 penyandang disabilitas.

Itu menunjukan bahwa mereka mampu mendorong mendorong produktivitas dan mendorong daya saing perusahaan, sehingga tidak menjadi beban tapi justru menjadi salah satu sumber daya yang bisa mendorong peningkatan ekonomi sebuah perusahaan.

Baca Juga: Cegah Kenaikan Harga Saat Ramadan, Polres Depok Bagikan Paket Sembako

Baca Juga: PLN Sediakan 10 Ribu Kuota Mudik Gratis, Begini Cara Daftarnya!

Berita Terkini Lainnya