TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jadi Koalisi, Gerindra Butuh Upaya Keras Merangkul Pendukungnya 

Prabowo kemungkinan jadi Menteri Pertahanan

IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Partai Gerindra diprediksi bakal masuk dalam koalisi pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo- Ma'ruf Amin untuk lima tahun ke depan. Terlebih Presiden Jokowi telah memanggil Ketua Gerindra, Prabowo Subianto, dan ditawari untuk jadi menteri di bidang pertahanan.

Lalu bagaimana kemungkinan respons para pendukungnya?

Pengamat Politik Muradi mengatakan, perpindahan dari oposisi menjadi koalisi dalam perpolitikan lumrah terjadi. Mereka yang awalnya lawan pada saat pemilihan umum (pemilu) kemudian menjadi kawan dalam pemerintahan bukanlah hal baru.

Demikian dengan Partai Gerindra ketika mereka kalah dalam konstalasi politik di Pilpres 2019 lalu, tidak salah saat bergabung dengan pihak yang menjadi pemenang. " Ini normal saja. Politik itu dinamis," ujar Muradi saat dihubungi, Selasa (22/10).

1. Pendukung partai politik bukan loyalis

IDN Times/Irfan Fathurohman

Dalam pertarungan politik kemarin, massa memang terpecah menjadi dua tergantung calon presiden dan wakil presiden mana yang mereka ingin menangkan. Meski demikian, Muradi menyebut bahwa dukungan terhadap salah satu calon atau partai politik bisa berubah dengan cepat. Sebab mayoritas masyarakat di Indonesia bukanlah pendukung yang loyal.

Hal yang harus dilakukan Gerindra untuk menjaga agar suara mereka tidak hilang seperti di Jawa Barat, adalah membangun paradigma baru dan alasan yang lebih jelas kenapa mereka kemudian memilih bergabung dengan pemerintahan dan tidak menjadi oposisi.

"Tinggal bagaimana mereka (Gerindra) merangkul para pendukungnya. Karena memang pendukung juga dinamis," papar Muradi.

2. Asupan logistik Gerindra mulai seret

ANTARA FOTO

Masuknya Gerindra ke pemerintahan sudah pasti dipikirkan secara matang-matang oleh sang ketua maupun para pejabat di dalamnya. Muradi menilai setidaknya ada tiga alasan mengapa partai ini kemudian memilih menjadi 'pembantu' Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Pertama, Partai Gerindra secara mesin partai sudah aus atau kelamaan menjadi oposisi. Mereka tidak akan bertahan jika terus menerus menjadi lawan dari pemerintahan.

Kedua, ketergantungan logistik dari Prabowo dan rekan-rekannya semakin menipis. Dengan suplai logistik yang tidak banyak sulit bagi Gerindra bergerak lincah dalam perpolitikan di Indonesia.

Ketiga, Gerinda harus bisa mengelola kondisi partai agar tidak bermasalah dalam berbagai hal. Misalnya, menjaga situasi agar mereka tidak dicap sebagai partai yang hanya mendapat dukungan dari satu pihak saja.

"Jadi memang Gerindra butuh survive," kata Muradi.

3. Gerindra akan diuji dalam Pilkada 2020

kpu.go.id

Menurut Muradi, pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 akan menjadi ujian berat pertama bagi Gerindra ketika mereka melangkahkan diri masuk jajaran kabinet Jokowi periode kedua. Di Jabar saja, Gerindra yang selama ini memimpin perolehan suara bisa jadi tergerus.

Meski demikian, lanjut Muradi, tinggal bagaimana Gerindra menggiring opini masyarakat khususnya para pendukung partai agar tetap mendukung langkah apapun yang dilakukan, termasuk masuk dalam koalisi partai politik di pemerintahan.

"Ini apakah Gerindra bisa babak belur atau sebaliknya. Efektivitas Gerindra akan diuji pada saat itu (Pilkada 2020)," pungkasnya.

Baca Juga: Calon Menteri Jokowi, Syahrul Yasin Limpo Dipanggil ke Istana Hari Ini

Baca Juga: Calon Menteri? Ini 12 Orang yang Diundang Jokowi ke Istana Kemarin

Berita Terkini Lainnya