TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

IPB Tawarkan Produsen Mi Gunakan 5 Pangan Lokal untuk Pengganti Gandum

Saatnya manfaatkan pangan lokal untuk ketahanan pangan

sorgum (pixabay.com/Vijayanarasimha)

Bandung, IDN Times - Masyarakat sempat diresahkan dengan pernyataan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang menyebut harga mi instan bisa naik tiga kali lipat. Kenaikan harga tersebut dikarenakan suplai bahan produksi mi, yaitu gandum mulai menipis akibat perang Rusia-Ukraina.

Institut Pertanian Bogor menawarkan kepada para produsen mi instan agar dapat menggunakan hasil inovasi para peneliti yang sudah dilakukan. Rektor IPB Arief Satria menuturkan, lima dasar pangan lokal yang bisa dijadikan substitusi impor gandum adalah jagung, ganyong, sukun, kasava dan sagu.

"207 juta ton (gandum) tertahan di Ukraina dan di Rusia. Ini momentum agar Indonesia semakin berdaulat pangan tidak tergantung pada gandum dan terigu dengan ada inovasi substitusi impor ini," kata Rektor IPB Arief Satria dikutip dari ANTARA, Senin (15/8/2022).

1. Sudah saatnya pemerintah manfaatkan pangan lokal lebih banyak

Kegiatan memangkur sagu warga Desa Damen, Asmat, Papua (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Arief menyampaikan, saat ini IPB telah menghasilkan inovasi produk mi dari lima bahan dasar lokal itu yang bisa dikerjasamakan dengan para produsen industri mi instan yang berkualitas.

Dengan beragam inovasi itu, Arief berpandangan, sudah saatnya pemerintah memberikan kebijakan rasio impor gandum yang disubstitusi dengan berbagai bahan pangan lokal itu hingga swasembada seperti beras.

"Nah saya usul kepada pemerintah agar ada kebijakan rasio. Jadi setiap kali impor misalnya 10 ton gandum, maka importir harus membeli sekian ton produk lokal, itu kebijakan rasio dan itu bisa bertahap," kata dia.

2. Perang di Eropa harus jadi momentum Indonesia perkuat ketahanan pangan

Ilustrasi panen jagung (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Tahap pertama, kata dia, substitusi masih tergantung kapasitas lokal. Kalau kapasitas lokal mencukupi 100 persen, diawali dengan 10 banding 1 ton, atau dengan kata lain 10 ton produk impor dan 1 ton lokal. Bahkan, kalau lokalnya sudah berkembang, bisa 10 banding 5 ton hingga 1 banding 1 ton.

"Kalau sudah 1 banding 1 kan bagus. Artinya apa? Produk lokal akan terserap. Kalau produk lokal akan terserap, artinya apa? Desa tumbuh. Kalau desa tumbuh, ekonomi tumbuh," ujar Arief.
 
Dia mengemukakan, ancaman krisis pangan yang ada secara global akibat perang Rusia dengan Ukraina bisa menjadi momentum untuk semakin berkomitmen terhadap kedaulatan pangan dan kemandirian pangan.

"Jadi jangan lagi tergantung pada dunia luar. Kita punya banyak lahan, kita punya banyak produk, kita punya banyak inovasi untuk mensubstitusi itu," kata dia.

Arief pun mendorong agar pemerintah mempunyai kebijakan yang mendukung beserta aksi yang kuat agar substitusi terigu dan gandum segera dilakukan.

Berita Terkini Lainnya