Dibalik Penolakan Buruh, Omnibus Law Dianggap Memberi Banyak Manfaat
Perekonomian RI harus digenjot pasca pandemik COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Penolakan para buruh terhadap berbagai aturan dalam draf rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja masih digaungkan. Buruh dari berbagai kalangan sektor pekerjaan menilai aturan ini bisa menyengsarakan mereka dibandingkan memberikan manfaat.
Meski demikian, tidak sedikit kalangan yang menganggap aturan ini justru akan berdampak positif bukan hanya bagi buruh tapi juga perekonomian Indonesia ke depan. Pakar ketenagakerjaan dari Indonesian Consultant at Law (IClaw) Hemasari Dharmabumi melihat Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mengembalikan fungsi regulasi dan negara sebagai garis pengaman.
Menurutnya, selama ini Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan yang digunakan sebagai landasan dalam segala aspek pekerjaan hanya dimanfaatkan untuk merongrong peningkatan kesejahteraan.
"Padahal, kesejahteraan itu harusnya dilakukan berdasarkan proses perundingan antara pekerja dengan pengusaha," kata Hemasari dalam seminar daring bertajuk "Aspirasi untuk RUU Cipta Kerja dalam Membangun Kembali Sektor Ketenagakerjaan, Industri, dan UMKM Pasca Pandemi Covid-19", Kamis (7/5).
1. Pekerja dan perusahaan bisa mendiskusikan terkait upah
Dia mencontohkan, dalam RUU Omnibus Law terdapat poin di mana upah minimum untuk para pekerja nantinya tidak ditentukan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota. Besaran upah bisa ditentukan antara manajemen perusahaan dan serikat pekerja atau bipartit. Artinya kedua belah pihak bisa menentukan berapa besaran kenaikan upah yang sesuai melihat kondisi keuangan perusahaan.
Hema mengatakan, sejauh ini setiap tahunnya para buruh menuntut perusahaan menaikkan upah minimum lewat kebijakan pemerintah daerah. Dari kebijakan ini, bisa jadi ada perusahaan yang tidak bisa membayar sesuai karena memang kondisinya sedang kurang bagus.
Yang ditakutkan ketika perusahaan tidak mampu membayar, justru akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini membuat tingkat pengangguran bisa melonjak.
"Yang lebih bahaya itu kalau perusahaan nantinya pindah dari satu daerah ke daerah lain. Atau tidak ada investor yang mau berinvestasi karena memang upahnya terlampau tinggi tanpa ada celah untuk berdikusi," ujar Hemasari
Baca Juga: Ini Lho Poin-Poin Omnibus Law Ciptaker yang Didemo Buruh
Baca Juga: Menko Airlangga soal Omnibus Law dan Kartu Prakerja di Era COVID-19