TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

500 Millennial dari 52 Negara Hadiri Kongres Pemuda Asia Afrika 

Mereka membahas berbagai isu internasional termasuk COVID-19

IDN Times/Istimewa

Bandung, IDN Times - Sebanyak 500 peserta dari 52 negara menghadiri kongres Pemuda Asia Afrika atau atau Asian African Youth Government (AAYG) World Congress, di Kota Bandung. Konferensi yang berlangsung sejak 16 Desember hingga 19 Desember, ini merupakan yang kedua diselenggarakan setelah konferensi yang pertama pada tahun 2015.

Keberlangsungan dan eksistensi dari Kongres Pemuda Asia Afrika ini tentu bukan hanya dilandasi dengan keberhasilan para delegasi berdialektika dan bernarasi serta memformulasikan solusi terhadap berbagai isu sosial.

Namun, ada agenda besar yakni konsistensi solidaritas antara negara Asia Afrika ditunjukkan dengan keseriusan para delegasi dalam menghormati sejarah dan memaknai semangat kebersatuan pemuda Asia Afrika yang pernah berkumpul dan bersatu melawan hegemoni bangsa-bangsa penjajah di tahun 1955 pada Konferensi Asia Afrika di Bandung.
 
Kongres yang mengambil tema 'The notion of Asian African Youth for the World's Collaboration on Covid-19 and Beyond' ini membahas isu-isu hangat kontemporer yang sedang terjadi di dunia, salah satunya mengenai pandemi global COVID-19.
 

1. Bahas kebijakan selama pandemik

Ilustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Indonesia, pada konferensi tahun ini, diwakili oleh banyak delegasi dari berbagai institusi dan organisasi yang merepresentasikan gagasan-gagasannya masing-masing.

Salah satu dari delegasi Indonesia yang hadir dalam Kongres II ini ialah Bagas Dewantara. Bagas adalah perwakilan dari Garda Ummat, Organisasi Kepemudaan Sayap dari Partai Ummat.

Pada kongres hari pertama, Bagas menjelaskan bahwa ada keputusan yang dipaparkan oleh Perdana Menteri Australia, Scott Morisson, mengenai kebijakan "Covid Zero", yaitu keputusan untuk melakukan lockdown (mengunci) ketat dalam skala nasional. Kebijakan ini kemudia berdampak signifikan terhadap perekonomian negara tersebut.

"Australia menerapkan kebijakan "Covid Zero" ini untuk menekan angka paparan virus covid varian baru yang kemarin sempat mencapai 1.900 kasus dalam kurun waktu 1 hari, terutama di New South Wales, karena di sana kasus terbanyak ditemukan" ujarnya melalui siaran pers, Senin (20/12/2021).

2. Kebijakan lockdown sudah pasti pro-kontra

Ilustrasi lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)

Bagas menyebut, dampak dari keputusan kebijakan Perdana Menteri ini pasti ada trade-off di sektor ekonomi Australia. Misalnya, dalam sektor pariwisata dan industri. Secara nasional pun, Australia mengalami penurunan sebesar 3.8 persen.

"Pasti ada pro-kontra kalau kita bicara kebijakan. Worst case scenario nya demonstrasi. Demo itu kan berkumpul, itu implikasi yang justru jadi boomerang buat kebijakan ini." lanjutnya.

Berita Terkini Lainnya