TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Lokalisasi Purwakarta Ditutup, Kisah Hijrah Mucikari dan Bandar Miras

Bertaubat malah dapat ujian berat

m.merdeka.com

Purwakarta, IDN Times - Kawasan sekitar Tajug Gede Cilodong Kabupaten Purwakarta awalnya merupakan lokalisasi prostitusi. Setelah sempat dibubarkan beberapa tahun lalu, kini pemerintah daerah setempat memastikan tak ada lagi aktivitas bisnis prostitusi di sana.

Bisnis prostitusi diketahui sudah lama beroperasi di Cilodong. Para pekerja seks komersial ditawarkan ke sejumlah warung remang-remang berupa bangunan semi permanen yang dikelola oleh mucikari.

Setelah resmi ditutup, tak banyak yang tahu ke mana mereka berpindah. Ada yang meyakini bisnis prostitusi itu berubah bentuk menjadi daring, ada pula mantan PSK dan mucikari yang kedapatan hijrah dan beralih profesi.

1. Diberi bantuan oleh Dedi Mulyadi yang dulu menggusur tempat prostitusinya

Abdul Halim/IDN Times

Hijrah juga menjadi pilihan salah seorang pelaku bisnis prostitusi yang bertugas sebagai mucikari bernama Yani. Ia kini berprofesi sebagai pedagang dan masuk dalam kepengurusan Majlis Taklim.

Kisah Yani terungkap saat Anggota DPR RI Dedi Mulyadi membagikan kebutuhan bahan pokok ke wilayah Cilodong beberapa waktu lalu. Bantuan itu diberikan kepada masyarakat yang dahulu terkena penggusuran warung remang-remang.

Saat penggusuran tersebut, Dedi Mulyadi memang masih menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Para pemilik tempat prostitusi itu sekarang tinggal di pemukiman sekitar Tajug Gede Cilodong.

"Dulu kita gusur, sekarang kita lihat itu orang-orang yang dibubarkan berubah atau tidak. Kalau sekadar membongkar tempat prostitusi tapi manusianya tidak berubah jadi lebih baik enggak ada artinya,” kata Dedi.

2. Berbisnis prostitusi menutup hati dari hidayah

IDN Times/Mela Hapsari

Dedi yang tak sengaja bertemu dengan Yani akhirnya mendapat cerita soal perjalanan masa kelamnya dahulu. Yani mengaku pernah memiliki enam perempuan penghibur yang bertugas menemani para tamu untuk mabuk-mabukan hingga menyewa jasa prostitusi di tempatnya.

Awalnya, Yani tak pernah berpikir untuk bertaubat dari jalannya itu karena merasa tak mendapatkan hidayah. “Dulu memang banyak uang tapi kalau setiap dengar azan itu gelisah, pusing," katanya mengaku sudah bertaubat.

3. Hijrah dan mendapatkan ujian berat

IDN Times/Nofika Dian Nugroho

Setelah Pemerintah Kabupaten Purwakarta menutup lokalisasi Cilodong, pendapatan Yani seketika hilang. Untuk memenuhi kebutuhannya, ia pun harus rela menjual rumahnya pada 2013 silam.

Uang hasil penjualan rumah di kampung halamannya itu juga digunakan untuk biaya umroh ke tanah suci. Sepulang dari sana, ia pun bertekad untuk hijrah dan mendirikan warung di dekat proyek pembangunan Tajug Gede Cilodong dari uang yang tersisa.

Namun, ujian berat justru menyusul. Yani yang menjual nasi dan lauk pauk untuk para pekerja proyek justru merugi hingga Rp105 juta akibat banyak pekerja yang tidak membayar makanan yang diambilnya.

Setelah Tajug Gede Cilodong selesai, ia pun tidak lama berjualan lagi karena mesjid tersebut ditutup hingga saat ini karena pandemik COVID-19. “Alhamdullilah masih ada sisa-sisa uang, jadi sekarang saya bikin majelis taklim," kata Yani.

Berita Terkini Lainnya