TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menyoal Pajak Karbon, Seberapa Penting untuk Indonesia?

Penerapan pajak karbon kembali ditunda

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Bandung, IDN Times - Pajak karbon yang semula mulai berlaku pada 1 Juli 2022, kembali ditunda untuk kedua kalinya. Pemerintah dikabarkan masih melihat adanya faktor ketidakpastian di tingkat global, dan menimbang kembali kesiapan pelaku industri sehingga langkah penundaan diambil untuk memastikan implementasi akan berjalan dengan baik.

Pajak karbon sedang diperkenalkan di Indonesia dalam upaya untuk mengendalikan perubahan iklim dan memerangi pemanasan global. Kebijakan ini sesuai dengan Undang - Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan DPR sejak 7 Oktober 2021.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa dalam penerapan pajak tersebut, pemerintah akan memfokuskan PLTU berbasis batu bara untuk tahap pertama.

Sementara menurut Kementerian Keuangan, dana yang terkumpul dari pajak karbon akan digunakan untuk menambah dana pembangunan, mitigasi perubahan iklim, investasi ramah lingkungan, serta program bantuan sosial untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

1. Mengenal pajak karbon

Ilustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin, avtur, gas, dan lain-lain. Segmen perpajakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca sebagai langkah memerangi pemanasan global.

Dengan menerapkan pajak karbon di Indonesia, pemerintah berharap dapat mengurangi pemanasan global dan mengendalikan perubahan iklim, serta meningkatkan pendapatan pajak dan efisiensi energi bagi konsumen dan bisnis.

Jika melihat data Bank Dunia, sampai pertengahan 2021, terdapat sekitar 35 negara yang telah menerapkan pajak karbon. Tiap negara menerapkan kebijakan pajak yang beragam. Finlandia, misalnya, menerapkan tarif pajak berbeda terhadap emisi karbon dari kendaraan dan pembangkit listrik.

2. Bagaimana penerapan pajak karbon di negara lain?

Ilustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski bentuknya berbeda-beda, pajak karbon di skala global umumnya dihitung dengan satuan dolar Amerika Serikat per ton CO. Selain itu, ada juga negara yang menerapkan pengendalian emisi karbon melalui instrumen kebijakan pasar karbon atau Emission Trading System (ETS).

Pengendalian emisi karbon lewat ETS telah dilakukan oleh China, Korea Selatan, Selandia Baru, beberapa negara anggota Uni Eropa, dan sejumlah negara bagian Amerika Serikat.

Di tahap awal nanti, Indonesia akan mengenakan pajak karbon kepada perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, dengan tarif Rp30.000 atau sekitar 2,1 USD per ton emisi karbon dioksida ekuivalen (tCO2e).

Mekanismenya, pemerintah akan menetapkan cap atau batas maksimal emisi untuk tiap sektor dan pajak akan ditetapkan pada emisi di atas cap tersebut, bukan atas keseluruhan emisi.

Baca Juga: Roadmap Pasar Karbon Belum Sinkron, Pajak Karbon Bakal Tertunda?

Baca Juga: Sri Mulyani: Pajak Karbon untuk PLTU Batu Bara Diterapkan Tahun Ini

Baca Juga: Sri Mulyani: Gak Ada Kendala dalam Persiapan Aturan Pajak Karbon

Berita Terkini Lainnya