Masyarakat Indonesia Mulai Hindari Kemasan Sekali Pakai?
AZW terbitkan 21 kajian soal pengelolaan sampah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times – Kemasan dengan bahan yang dapat didaur ulang, atau kemasan yang dapat digunakan berulang kali, merupakan salah satu jalan tengah dari tarik-menarik kepentingan antara kepentingan produksi dan kelestarian lingkungan. Masalahnya penggunaan kemasan tersebut dapat memukul market karena memerlukan biaya yang lebih besar.
Namun, kajian para anggota Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menemukan fakta yang berbeda. Salah satu anggota AZWI, Greenpeace Indonesia, mengemukakan bahwa sebenarnya market lokal telah siap dengan kenaikan harga akibat penggunaan kemasan berbahan ramah lingkungan.
Afifah Rahmi, Peneliti Greenpeace Indonesia, mengatakan jika sebagian besar responden daripada kajiannya memilih produk reusable. Bagaimana hasil dari penelitiannya juga kajian-kajian anggota AZWI yang lain?
1. Banyak masyarakat sudah teredukasi dan sadar akan bahaya sampah plastik
Afifah mengatakan, sebagian besar masyarakat Indonesia dapat disimpulkan telah teredukasi tentang ancaman kerusakan lingkungan akibat kemasan produk, terutama yang berbahan plastik.
“Hasil riset yang Greenpeace Indonesia lakukan, hampir 70 persen responden ingin beralih ke produk reuse dan sistem reuse seperti bulkstore atau refill store, ini menjadi sinyal penting untuk produsen, bahwa semakin banyak masyarakat sudah teredukasi dan menyadari bahaya dari plastik sekali pakai,” kata Afifah, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Rabu (2/3/2022).
Apalagi, kata Afifah, riset terbarunya menunjukkan jika galon sekali pakai mengandung sebanyak 85 juta–95 juta partikel mikroplastik per liter.
Menurut penelitian, hanya 9 persen sampah plastik yang dapat didaur ulang, 12 persen dibakar, dan 79 persen berakhir begitu saja di TPA dan lingkungan. Kajian juga menyimpulkan jika penanganan sampah plastik tidak cukup hanya dibebankan pada pengelolaan hilir saja, melainkan pengurangan produksi dari sisi hulu harus menjadi langkah prioritas.
Baca Juga: 9 Ide Daur Ulang Barang Bekas Pakai, Bisa jadi Hiasan
Baca Juga: Beda Analisa Greenpeace Indonesia dan KLHK soal Deforestasi Hutan