TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Local Brand Ini Suarakan Pentingnya Lawan Stigma pada Perempuan

Stigma negatif membawa dampak buruk untuk korban

Ilustrasi krisis mental (Pixabay/RyanMcGuire)

Bandung, IDN Times – Kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi karena alasan cara berpakaian yang dicap terlalu terbuka sepertinya tidak asing lagi di telinga kita. Sering kali perempuan, yang sejatinya merupakan korban, disudutkan dan dicap salah karena pilihan busana mereka.

Padahal pilihan berpakaian tak dapat dijadikan alasan munculnya pelecehan seksual. Karena fakta membuktikan, pelecehan secara verbal juga dapat menyerang perempuan dengan pakaian terbuka atau tertutup sekali pun.

Hal tersebut mengundang respons Prisa, jenama lokal yang memproduksi serum kesehatan payudara. Mereka pun menggelar kampanye #LawanStigma untuk menyadarkan perempuan agar berani menjadi diri sendiri.

1. Masyarakat tidak berhak men-judge perempuan karena busananya

Local Brand Prisa bikin campaign #LawanStigma (IDN TImes/Istimewa)

Menurut Syefriandhi, Owner sekaliugs Founder Prisa, perempuan memiliki hak untuk mengenakan apa pun busana yang mereka inginkan. Lagian di Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan menghargai keberagaman, ekspresi perempuan dalam berbusana semestinya dapat dihargai.

“Bahwa perempuan bebas untuk berekspresi atau berkarya tanpa terganggu stigma masyarakat atas apa yang dia lakukan dan kenakan. Masyarakat tidak berhak untuk men-judge atau menilai seseorang dari penampilan luarnya saja,” kata Syefriandhi, dalam siaran pers yang diterima, Senin (11/4/2022).

2. Stigma bisa berdampak buruk buat korban

pexels/Pixabay

Atas berbagai keresehan itu, Prisa menggelar campaign dengan tema #LawanStigma. Menurut Syefriandhi, stigma pada perempuan tidak hanya soal pilihan berbusana. Lebih daripada itu, ada juga stigma-stigma lain yang menyangkut fisik seorang perempuan hingga perlu untuk dilawan.

“Mengapa harus olahraga padahal sudah kurus, mengapa harus diet padahal sudah langsing, mengapa harus belajar tinggi padahal akan ngurus dapur? Cewek kok kerjanya kayak laki-laki? Stigma-stigma itu juga nyata adanya,” ujar Syefriandhi.

Stigma, kata Syefriandhi, dapat menimbulkan stres, depresi, perasaan malu, marah, atau berbagai macam reaksi lainnya baik secara fisik, mental, maupun perilaku.

“Stigma membuat orang terkucil atau bahkan diabaikan, yang pada akhirnya menghambat perempuan untuk berporses, berkarya, berekspresi, dan berdikari,” tuturnya.

Baca Juga: 5 Fakta Toxic Feminity, Saat Perempuan Terjebak Stigma

Baca Juga: 5 Cara Mematahkan Stigma terhadap Perempuan ala Voice of Baceprot

Baca Juga: Kisah Inspiratif dari Komunitas Nona, Ingin Berantas Stigma Menstruasi

Berita Terkini Lainnya