TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Guru Fokus Kejar Target, Malah Abai Kemampuan Siswa

Guru dinilai sulit fokus memerhatikan siswa

instagram

Bandung, IDN Times - Guru di sejumlah daerah masih fokus dalam merampungkan target kurikulum. Untuk mencapai target tersebut, guru hanya melihat materi di buku dan menggunakan materi dengan cara yang sama untuk semua anak di satu kelas.

Persoalannya, cara itu belum tentu cocok untuk semua anak yang ada di kelas tersebut.

Hal itu diungkapkan Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Zulfikri Anas saat menjadi pembicara di acara Temu Inovasi ke-14 di sesi breakout 1 dengan tema Capaian Keterampilan Dasar Siswa Indonesia, Selasa (6/12/2022).

1. Ketika pemahaman siswa kelas 10 setara dengan siswa kelas 2 SD

Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Zulfikri Anas (IDN Times/Istimewa)

Zulfikri mengungkapkan, cara yang dilakukan oleh para guru selama ini kurang memerhatikan kemampuan para siswa dan hanya berpatokan pada kurikulum. Guru, kata dia, merupakan korban dari target kurikulum, dan siswa adalah korban berikutnya.

“Saya pernah menemukan sebuah sekolah di mana siswa kelas 10 yang usianya rata-rata 15 tahun ke atas yang masih tertinggal pelajaran matematikanya. Ini karena guru mengajar hanya berdasarkan kurikulum tanpa melihat kemampuan siswa,” kata Zulfikri.

Ketika diminta mengisi soal perkalian, cerita Zulfikri, murid tersebut tak mengalami kesulitan utamanya untuk satu dan dua digit perkalian. Namun, ia tak bisa memahami perkalian tiga digit dan seterusnya.

“Setelah dicek lagi, kemampuan siswa kelas 10 itu setara dengan siswa kelas 2 SD. Lalu diambil jalan tengahnya, siswa kelas 10 itu diajarkan sebagaimana layaknya anak kelas 2 SD,” kata Zulfikar.

2. Pendidikan usia dini tak bisa dianggap enteng

Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Zulfikri Anas (IDN Times/Istimewa)

Zulfikar mengungkapkan, literasi siswa-siswi sebenarnya sudah cukup tinggi. Namun, terkadang kurikulum yang diterapkan membuat literasi mereka seperti jatuh ke titik nol.

“Saya pernah ke salah satu sekolah di Papua. Di dalam kelas itu ada buku ‘Lelucon Berbuah Masalah’. Saya tanya kepada mereka apa artinya ‘lelucon’, dan mereka tidak tahu. Padahal kalau saja kata ‘Lelucon’ itu diganti dengan kata ‘Mop’ yang lebih dikenal maka mereka pasti tahu,” ujarnya.

Karena itu, Zulfikar menilai, pendidikan usia dini merupakan urusan yang berat karena menjadi fondasi. Seorang guru yang mengajarkan siswa usia dini sebenarnya tidak hanya mengajarkan sang anak tetap juga orangtuanya.

Baca Juga: Prihatin, Honor Guru PAUD Gunungkidul Rp100 Ribu per Bulan 

Baca Juga: 11 Potret PAUD Milik Yuni Shara, Gedungnya Mewah 3 Lantai

Berita Terkini Lainnya