TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bikin Pembalut Ramah Lingkungan, Mahasiswa ITB Juara Kompetisi

Pembalut sekarang butuh waktu lama untuk terurai

IDN Times/Istimewa

Bandung, IDN Times - Mahasiswa Program Studi Fisika ITB, Difa Ayatullah, berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi Falling Walls Lab Indonesia 2022 yang diadakan oleh Falling Walls Foundation. Difa memenangi kompetisi dengan menuangkan ide pembuatan pembalut ramah lingkungan.

Falling Walls Lab sendiri merupakan kompetisi pemilihan ide yang menekankan pada inovasi peserta dalam mengatasi suatu permasalahan. Peserta yang dapat mengikuti kompetisi Falling Walls Lab adalah mahasiswa tingkat sarjana hingga post-doctoral.

Konsep pembalut biodegradable ramah lingkungan ini menerapkan dua prinsip penting dari segi prototyping. Pertama, material absorbent layer berupa kapas pada pembalut konvensional diganti menjadi material plant-based sehingga memunculkan sifat organik.

Kedua, lapisan plastik di bawah pembalut dimodifikasi menjadi material bioplastik sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Selain kedua aspek tersebut, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pembalut biodegradable dengan pembalut konvensional dari segi bentuk maupun kegunaannya.

1. Sampah dari pembalut harus bisa terurai lebih cepat

id.pinterest.com

Difa yang juga merupakan anggota unit Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA), memiliki keresahan terhadap isu keberlanjutan lingkungan. Data yang ditemukannya menunjukkan bahwa 95 persen wanita Indonesia memilih menggunakan pembalut selama periode mentruasi mereka. Dengan begitu limbah pembalut yang dibuang ke lingkungan mencapai 26 ton per hari.

Kekhawatiran dan keresahan akan hal tersebut kemudian mengantarkannya pada ide untuk menciptakan pembalut wanita yang dapat terdegradasi secara alami dalam waktu yang relatif singkat.

“Konsep idenya muncul karena keresahan pribadi, bahwa ternyata kita menghasilkan sampah pembalut sebanyak itu. Apalagi waktu menemukan infografis yang menyatakan bahwa satu pembalut setara dengan empat kantong plastik," ujar Difa dikutip dari siaran pers, Selasa (4/10/2022).

2. Pembalut sekarang butuh waktu ratusan tahun untuk terurai

Ilustrasi Pembalut (IDN Times/Sunariyah)

Menurutnya, saat ini masyarakat memiliki kemauan untuk mendaur ulang sampah dari kantong plastik. Namun, di sisi lain masih ada sampah sejenis dari sumber yang berbeda. Apalagi untuk terurai (sampah pembalut) butuh waktu ratusan tahun, dan selama itu pula akan terus menumpuk.

Setelah melakukan serangkaian riset, Difa menemukan solusi terbaik untuk mengurangi limbah pembalut melalui penciptaan pembalut plant-based. Dalam proses penemuan ide dan perancangannya, Difa dibantu oleh tim Research and Development (RnD) yang terdiri dari mahasiswa lintas-prodi.

"Saat mencari bahan penyerap di bagian absorbent layer mereka menemukan solusi yaitu material dari tanaman yang memberikan nilai tambah organik serta lebih aman bagi kesehatan," ujarnya.

Baca Juga: 5 Brand Pembalut Sekali Pakai yang Ramah Lingkungan

Baca Juga: Skotlandia Jadi Negara Pertama di Dunia yang Sediakan Pembalut Gratis

Berita Terkini Lainnya