TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Diduga Rekayasa Suara, Ketua Bawaslu-Komisioner KPU Garut Dilaporkan

Mereka dilaporkan ke Gakkumdu Jabar

(Istimewa)

Bandung, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum Brigade NKRI (LBH BN) melaporkan Ketua Bawaslu, Komisioner KPU, PPK, dan PPS Kabupaten Garut ke Sentra Gakkumdu Jabar, Selasa (26/3/2024). Mereka dilaporkan atas dugaan tindak pidana pemilu dan administrasi pemilu oleh dua orang caleg.

Adapun dua orang caleg ini berasal dari DPR RI Dapil XI Jabar berinisial LL dan MHA. Sedangkan, Ketua Bawaslu yang tergabung di Panwas itu berinisial AY yang diduga melakukan kecurangan dan jual beli suara kepada dua orang caleg itu.

1. Diduga ada politik uang dan manipulasi data di Pemilu 2024

Pemungutan suara di salah satu TPS di Papua

Ketua LBH BN, Ivan Rivanora mengatakan, dugaan kecurangan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut ini terjadi saat PPS dan KPPS sedang melakukan rekapitulasi surat suara yang tidak dijaga saksi pada malam hari di atas jam 10 malam.

Adapun modusnya, lanjut Ivan, yang bersangkutan mengganti angka C1 hasil di setiap KPPS di hampir 42 kecamatan di Kabupaten Garut, khususnya Garut Selatan dimana sebagian besar kecamatan dan TPS tidak terkoneksi internet sehingga terjadi penundaan upload C1 ke sistem rekapitulasi KPU.

"Kami menemukan beberapa dugaan pelanggaran pemilu seperti politik uang, manipulasi data, dan penggelembungan suara yang terjadi di beberapa kecamatan (PPK dan Desa) di Kabupaten Garut," ujar Ivan, dikutip Rabu (27/3/2024).

2. Beberapa bukti dugaan penggelembungan suara disertakan

ilustrasi pemilu (dok. IDN Times/ Agung Sedana)

Terduga berinisial LL dan MHA, kata dia, diduga memerintahkan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut untuk melakukan penggelembungan suara. Dengan begitu, Ivan mengadukan tindakan ini pada Gakkumdu yang ada di Bawaslu Jawa Barat.

"Beliau diduga memerintahkan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut, kemudian Ketua Bawaslu Kabupaten Garut memerintahkan PPK dan PPS untuk melakukan penggelembungan suara. Jadi by request per kecamatan dengan target 1.000-2.000 suara," katanya.

"Kalau misalkan itu terjadi, maka akan diapresiasi sama LL dan MHA ini dan memang dilakukan oleh oknum-oknum PPK dan PPS, sehingga penggelembungan besar-besaran itu terjadi di Garut," katanya.

Atas dugaan tindak pidana pemilu itu, Ivan mengatakan, terduga pelaku dapat diancam pidana penjara empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta. Hal itu berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2017 Pasal 532 terkait penggelembungan suara.

"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara, peserta pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta,” katanya.

Berita Terkini Lainnya