Fakta-Fakta Longsor Tambang Gunung Kuda yang Tewaskan 14 Orang

- 32 orang menjadi korban jiwa dalam longsor maut tambang galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon.
- Kegiatan pertambangan dilakukan oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah yang diduga melanggar aturan dan SOP.
- Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencabut izin usaha pertambangan empat perusahaan di wilayah Gunung Kuda dan meminta pengelola bertanggung jawab.
Bandung, IDN Times - Peristiwa longsor maut tambang galian C Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jumat (30/5/2025) membuat 32 orang menjadi korban jiwa. Sebanyak 14 orang di antaranya dinyatakan wafat, tujuh orang luka-luka dan 11 tertimbun material longsoran.
Kegiatan pertambangan ini dilakukan oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah. Namun, baru-baru ini polisi menduga kegiatan itu melanggar autan dan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Tidak hanya merenggut korban jiwa, longsor ini membuat empat unit alat berat excavator, dan tujuh unit mobil truk tertimbun reruntuhan material. Saat ini lokasi area pertambangan juga dilakukan penyegelan dan dipasang garis polisi.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, juga meminta agar pengelola dalam hal ini Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga para korban khususnya anak-anaknya yang masih bersekolah. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pun memberikan atensi khusus agar pihak kepolisian mengungkap semuanya dan memberikan penindakan tegas terhadap pengelola.
Lalu seperti apa fakta-fakta mengenai peristiwa maut yang menjadi sorotan masyarakat ini?
1. Proses pertambangan diduga menyalahi peraturan UU

Polda Jabar saat ini masih mengumpulkan sejumlah barang bukti dan keterangan beberapa saksi untuk mengungkap tersangka dari kegiatan pertambangan tidak sesuai prosedural ini. Adapun untuk area kejadian dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah.
Namun, untuk proses penyelidikan kini statusnya sudah dinaikkan menjadi penyidikan, di mana enam orang sudah dimintai keterangan. Adapun enam orang ini yaitu Abdul Karim selaku Ketua Kepontren Al Azhariyah, Ade Rahman selaku KTT Kepontren Al Azhariyah, Ali Hayatullah selaku ceker lokasi galian, Kadi Ahdiyat selaku ceker lokasi galian, Arnadi selaku sopir dump truk, dan Sutarjo selaku penerima atau pembeli material Gunung Kuda.
"Kami ingin mengetahui penyebab peristiwa ini. Apakah ada unsur kelalaian dan sebagainya. Kami dapat informasi bahwa cara atau mekanisme ini salah, mengesampingkan keselamatan pekerja. Ini yang kita dalami," kata Kapolda Jabar, Irjen Pol Rudi Setiawan, Sabtu (31/5/2025).
Dalam pemeriksaan ini, Polda Jabar turut melibatkan sejumlah ahli dalam pertambangan, dan di mana diterangkan seharusnya pertambangan ini menggunakan terasering. Sayangnya, metode pertambangan di area tersebut tidak menggunakan sistem ini.
"Seharusnya menurut para ahli itu menggunakan teknik terasering, sehingga tidak mudah runtuh dan didapati informasi itu tidak dilakukan. Jadi ada dugaan tidak melaksanakan proses penambangan yang sesuai SOP keamanan yang sudah berlaku," katanya.
Rudi menuturkan, pada kasus ini ada beberapa pasal yang akan diterapkan, diantaranya Undang-undang (UU) Pertambangan, UU Keselamatan Kerja, UU Lingkungan hidup, serta pasal KUHP pasal 359 terkait soal kelalaian.
"Kami naikkan dari lidik ke sidik untuk menetapkan tersangka. Ada undang-undang yang kami terapkan, pertama Undang-undang Pertambangan, UU Keselamatan Kerja, Lingkungan Hidup, serta pasal KUHP 359 kelalaiannya," jelasnya.
2. Lahan tambang milik Perhutani

Sebelum peristiwa ini terjadi, rupanya kegiatan pertambangan ini sempat menjadi perhatian Gubernur Dedi Mulyadi. Di mana pada 2022 saat dirinya menjadi anggota DPR RI sudah meminta agar kegiatan ini diberhentikan kepada para pengelola. Namun, saat itu usulannya ini tidak digubris.
"Yang pertama kalau meninjau, saya sudah 3 tahun yang lalu sudah datang ke sini waktu saya masih anggota DPR RI. Saya sudah meminta sama pengelola untuk dihentikan," ujar Dedi, Sabtu (31/5/2025).
Saat melihat lokasi kejadian pada tiga tahun yang lalu, Dedi mengungkapkan, proses kerja pertambangan ini seperti tidak dilakukan dengan prosedur yang benar dan ada kecenderungan pelanggaran.
"Karena saya waktu itu sudah punya feeling ini memiliki risiko tinggi dan cara kerjanya tidak memiliki standar keamanan sebagai pengelola tambang," ucapnya.
Dedi menjelaskan, lokasi galian C Gunung Kuda ini merupakan lahan kuasa Perhutani di mana disewakan kepada tiga yayasan pengelola tambang seluas 30 hektare. Dia merasa miris, hutan yang harusnya hijau justru digunduli.
"Ini kan Perhutani ini banyak sekali areal-areal hutan yang berubah menjadi areal tambang. Padahal kan Perhutani ini adalah perusahaan pengelola hutan, bukan pengelolaan pengusaha tambang. Ini kan lagi-lagi dulu perkebunan (Perhutani) itu menjadi PT sewa tanah, nah sekarang perhutani menjadi PT sewa Lahan untuk pertambangan," katanya.
"Nah ini perusahaan BUMN yang aneh-aneh ini segera memperbaiki diri. Ini dosa ini," ucapnya.
3. Empat izin perusahaan pertambangan dicabut

Dedi kemudian menemukan ada empat izin usaha pertambangan milik tiga perusahaan yang beroperasi di wilayah Gunung Kuda ini. Seluruh izinnya pun kini sudah dicabut dan tidak boleh beroperasi di lokasi tersebut.
"Saya sudah menutup semua tambang dan izinnya sudah dicabut sejak malam. Saya minta Pemerintah Kabupaten Cirebon segera mengubah tata ruang wilayahnya, dan meminta Perhutani mencabut seluruh ASO (kerja sama pertambangan) serta mengembalikannya menjadi kawasan hutan," jelasnya.
Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan, dan merupakan bagian dari komitmen Pemprov Jawa Barat menjaga keseimbangan lingkungan dan keselamatan masyarakat di wilayah rawan bencana.
Adapun empat izin yang dicabut ini milik perusahaan:
1. Koperasi Konsumen Pondok Pesantren Al-ishlah: Izin Operasi Produksi, Nomor 540/63/29.1.07.0/DPMPTSP/2020, diterbitkan 5 November 2020, Lokasi Blok Gunung Kuda, Desa Cipanas, Dukupuntang, Cirebon, serta Izin perpanjangan operasi produksi nomor 91201098824860013, diterbitkan 1 Desember 2023, lokasi sama.
2. PT Aka Azhariyah Group: Izin Usaha Pertambangan Baru (Eksplorasi Batuan), Nomor: 91204027419550001, diterbitkan 30 Agustus 2023, Lokasi Gunung Kuda, Cipanas, Dukupuntang, Cirebon.
3. Koperasi Pondok Pesantren Al-azhariyah: Izin Operasi Produksi, nomor 540/64/29.1.07.0 DPMPTSP/2020, diterbitkan 5 November 2020, lokasi usaha Blok Gunung Kuda, Cipanas, Dukupuntang, Cirebon, Alamat Kantor Desa Bantaragung, Sindangwangi, Majalengka.
4. Badan Geologi membenarkan teknik eksplorasi pertambangan membuat area rawan longsor

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membenarkan bahwa ekplorasi pertambangan yang dilakukan di wilayah tersebut dapat membuat area menjadi rawan terjadinya longsor.
Adapun metode yang digunakan para penambahan di wilayah tersebut yaitu under cutting yang memicu pergerakan tanah. Secara umum kemiringan lereng di area tambang Gunung Kuda tergolong cukup berisiko, dengan sudut kemiringan yang curam dan keberadaan lereng buatan yang terbentuk dari bahan timbunan.
"Kemiringan lereng tebing yang sangat terjal, lebih dari 45 derajat. Kemudian, kondisi tanah pelapukan dan litologi batuan yang labil," ujar Kepala Badan Geologi M Wafid dalam keterangan resminya.
Sementara, berdasarkan peta zona kerentanan gerakan tanah Kabupaten Cirebon, daerah bencana terletak di zona kerentanan gerakan tanah tinggi.
"Tambang galian C Gunung Kuda terletak pada wilayah yang mempunyai proporsi probabilitas kejadian gerakan tanah lebih besar dari 50 persen dari total populasi kejadian," ucapnya.
5. Kegiatan tambang membaut longsor setiap tahun

Berdasarkan keterangan warga setempat, Ardi (70 tahun), aktivitas tambang di Gunung Kuda dimulai sejak 2005 dan terus berkembang. Namun, ia menilai perkembangan itu tidak diikuti dengan peningkatan pengawasan maupun standar keselamatan kerja.
"Izin yang saya dengar cuma 10 hektare. Tapi yang dikerjakan sekarang sudah lebih dari 11 hektare. Saya lihat sendiri, yang kerja tidak pakai helm atau alat pelindung," kata Ardi.
Dokumen izin yang dihimpun dari laporan warga dan aktivis lingkungan menyebutkan salah satu perusahaan tambang di kawasan tersebut memiliki izin eksploitasi seluas 10 hektare, namun garis batas tambang sudah melebar ke luar wilayah izin. Dugaan pelanggaran tersebut belum mendapat tindak lanjut dari dinas terkait.
Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Cirebon menunjukkan sepanjang 2018 hingga 2024, tercatat setidaknya tujuh insiden longsor di kawasan tambang Gunung Kuda. Sebagian besar disebabkan oleh aktivitas penggalian yang terlalu curam dan tidak memperhatikan kontur geologi kawasan.
Aktivitas tambang di Gunung Kuda sebagian besar dilakukan oleh pekerja harian lepas. Mereka bekerja tanpa jaminan keselamatan kerja atau asuransi kecelakaan. Beberapa pekerja bahkan mengaku tidak pernah mendapatkan pelatihan atau alat pelindung diri (APD) yang layak.
"Tidak ada helm, sepatu safety, atau pelatihan. Kami cuma dikasih sekop dan disuruh gali," ujar salah satu pekerja yang selamat dan enggan disebut namanya.