Pengamat Unpad: Pekerja Anak Bentuk SDM Indonesia Kurang Berkualitas
BPS cata pekerja anak Indonesia capai 1,01 juta pada 2022
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Prof. Nunung Nurwati menilai keberadaan pekerja anak akan menimbulkan masalah luas dan kompleks. Membiarkan anak menjadi pekerja akan membentuk sumber daya manusia (SDM) berkualitas rendah hingga lingkaran kemiskinan.
“Bagi anak itu sudah jelas akan mengganggu tumbuh kembang dan kehilangan hak-haknya dan mereka akan menjadi SDM yang kualitasnya rendah,” kata Prof. Nunung dikutip dari kanal resmi Unpad.ac.id, Selasa (5/9/2023).
1. Pekerja anak hanya mendapat upah rendah sampai mereka sudah beranjak dewasa
Menurutnya, keberadaan pekerja anak marak di Indonesia karena mereka sudah harus bekerja ketika belum menamatkan wajib sekolah 12 tahun, bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali.
Alhasil ketika mereka bekerja upah yang didapat sangat rendah. Kemudian saat lanjut dewasa mereka kemungkinan akan menjadi tenaga yang tidak berkualitas, bekerja serabutan, dan terus memiliki upah rendah.
Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi terulang ketika sudah berkeluarga. Mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga berpotensi kembali menjadi keluarga miskin dan mendorong anak-anak mereka untuk bekerja.
Baca Juga: 5 Kiat Jadi Pekerja Lepas yang Bahagia dan Berhasil