TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nasib Pedagang Seragam Sekolah yang Jualannya Lesu Dampak KMB Online

Omzet pedagang bisa turun sampai 95 persen

IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Kegiatan belajar mengajar (KMB) seluruh tingkat pembelajaran baik sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) harus dilakukan secara jarak jauh dengan sistem daring (online). Kondisi ini sudah berjalan lebih dari dua bulan ke belakang dampak pandemik COVID-19.

Dengan sistem tersebut, salah satu pihak yang merasakan kerugian adalah para pedagang pakaian anak sekolah. Sejumlah toko pakaian yang biasanya ramai didatangi orang tua menjelang tahun ajaran baru, pendampakannya kini tak seperti biasa.

Di sekitaran Pasar Kosambi misalnya, sejumlah toko yang ada sangat sepi pembeli. Kegiatan jual beli tak nampak di sana.

"Kita sudah terasa seperti ini sejak Maret. Sampai sekarang berarti hampir empat bulan sepi pembeli," ujar Siswadi, pemilik toko Remaja yang menjual pakaian sekolah ditemui IDN Times, Senin (22/6).

1. Omzet turun sampai 95 persen

IDN Times/Debbie Sutrisno

Siswandi menuturkan, biasanya pada awal Juni sudah banyak orang tua atau pedagang lain yang datang ke tokonya. Namun saat ini kondisinya terbalik hampir 180 derajat.

Penjualan pakaian sekolah di toko Remaja turun sampai 95 persen. Setiap hari satu pakaian lengkap atasan dan bawah hanya terjual lima buah saja.

"Jadi sekarang kita paling banyak dapat Rp500 ribu. Biasanya omzet kita bisa Rp10 sampai Rp15 juta seharinya," ujar Siswandi.

2. Efek COVID-19 lebih parah dibandingkan saat krisis menerjang Indonesia

IDN Times/Debbie Sutrisno

Dia mengatakan, sejak toko ini memulai usaha pada 1972, kondisi pandemik COVID-19 menjadi salah satu yang paling menyulitkan pedagang pakaian anak sekolah. Dibandingkan dengan krisis keuangan di Indonesia seperti pada 1998, Siswandi menyebut kondisi saat ini paling parah.

Sebab, COVID-19 membuat semua aktivitas berhenti termasuk anak-anak yang seharusnya bisa bersekolah. Musababnya, hingga saat ini juga belum ada kejelasan kapan anak-anak bisa kembali sekolah seperti biasa.

"Kalau ada kejelasan kapan sekolah mereka pasti sudah mulai membeli pakaian. Nah kalau sekarang kan tidak jelas sekolah masuknya juga kapan," ungkap dia.

3. Para pekerja konveksi pembuat pakaian terpaksa dirumahkan

IDN Times/Debbie Sutrisno

Dengan pemasukan yang sangat minim, Siswandi pun akhirnya harus menghentikan sementara para pekerja yang selama ini menjahit pakaian anak sekolah. Sebelumnya, Siswandi memiliki sekitar 15 pekerja yang ada di Bandung dan Tasikmalaya.

Jika sebelumnya dia mengandalkan konveksi rumahan untuk membuat pakaian, sekarang para pekerja dialihfungsikan membuat berbagai produk lain termasuk masker.

"Itu juga kalau ada orderan. Kalau tidak ada yang tidak beroperasi dulu," ujarnya.

4. Pesanan baru masuk dari sekolah di pesantren modern

Ilustrasi Belajar di Pesantren (IDN Times/Prayugo Utomo)

Di sisi lain, lanjut Siswandi, saat ini yang mulai banyak membeli ada pemilik pesantren modern yang ada di dalamnya SD sampai SMA. Namun, itu juga tidak membantu perekonomian toko yang sangat terdampak kondisi sekarang.

"Ya agak aneh sekolah biasa belum buka tapi ada pesantren yang udah bisa sekolah lagi," kata dia.

Baca Juga: Cegah Virus Corona, Pemerintah Siap Tes COVID-19 di Sekolah-Sekolah

Baca Juga: 190 Anak-anak di Jabar Terinfeksi COVID-19, Tiga Meninggal Dunia

Berita Terkini Lainnya