TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mahasiswa Papua Kembali Gelar Aksi Unjuk Rasa, Ini 9 Poin Tuntutannya

Aksi militer di Tanah Papua dikecam

Puluhan mahasiswa Papua lakukan aksi di depan Gedung Merdeka, Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Puluhan mahasiswa Papua kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung Merdeka. Mereka menuntut agar pemerintah Indonesia memberikan solusi agar masyarakat Papua bisa menentukan nasibnya sendiri.

Pilamom salah satu koordinator aksi mengatakan, otonomi khusus yang diberikan pemerintah Indonesia dianggap menjadi kebijakan yang dipaksakan kepada rakyat Papua. Sejak Juli 2020, petisi rakyat Papua menyatakan sikap politik untuk menolak Otonomi khusus dilanjutkan dan menawarkan solusi untuk rakyat Papua menentukan nasibnya sendiri.

Hingga Mei 2021 sebanyak 110 Organisasi rakyat Papua tergabung dan saat ini sudah sekitar 714.066 orang menyatakan sikap menolak keberadaan dan keberlanjutan paket politik Otonomi Khusus (Otsus) diatas tanah Papua. Hampir semua komponen dan lapisan rakyat telah menyampaikan bahwa Otsus gagal memihak, memperdayakan dan memproteksi tanah dan manusia Papua. Rakyat Papua menuntut hak penentuan nasib sendiri secara demokratis.

"Indonesia berupaya merekayasa situasi dan aspirasi rakyat Papua. Indonesia menunjukan sikap kompromi sepihak antara elit politik lokal dan Jakarta untuk meloloskan revisi UU Otsus Papua," ujar Pilamon saat menggelar aksi, Jumat (21/5/2021).

1. Masyarakat Papua kurang dilibatkan dalam menentukan masa depannya

IDN Times/Debbie Sutrisno

Menurut dia, rakyat Papua selama ini kurang dilibatkan dalam menentukan nasib masa depannya. Pemerintah pusat seakan tidak peduli dengan konflik politik berkepanjangan yang terus berdarah-darah di Papua, dan khususnya hari ini operasi militer besar-besaran di Nduga, Intan Jaya, llaga.

20 tahun implementasi Otonomi khusus di Papua memberikan dampak buruk kepada rakyat Papua, seperti genosida (pemusnahan ras), perizinan pertambangan, kelapa sawit besar-besaran yang menyebabkan kerusakan alam. Sistem pendidikan dan kesehatan semakin buruk, pembangunan jalan bukan untuk kepentingan rakyat namun, kepentingan investor.

"110 Organisasi sipil rakyat Papua mengajak rakyat Papua agar memperkuat barisan politik kerakyatan menuju “Musyawarah Rakyat Papua” yang akan kita gelar untuk mengambil keputusan dari dan untuk kita sendiri, UU Otsus Pasal 77 telah menjamin," kata dia.

2. Kriminalisasi aktivis pembebasan nasional Papua Barat terus terjadi

IDN Times/Debbie Sutrisno

30 April 2021 jaringan internet dihentikan di Jayapura dan sekitarnya, perlahan internet diaktifkan di beberapa titik di Kota Jayapura. Sembilan hari kemudian terjadi penangkapan terhadap Viktor F. Yeimo di Distrik Abepura kota Jayapura, di bawa ke Kantor Polda Papua kemudian di tangkap dengan tuduhan melakukan dugaan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara dan atau penghasutan untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan atau bersama-sama melakukan kekerasan.

Atas kejadian ini, mahasiswa Papua di bandung mengajak rakyat untuk mendukung pelepasan Viktor yang sedang sakit.

"Rakyat Papua yang terkonsolidasi dan bersepakat untuk bersatu dan menyelesaikan konflik antara Papua dan Jakarta (pemerintah)," kata dia.

Baca Juga: Mendagri Tegur Gubernur Papua Usai ke Papua Nugini Tanpa Izin 

Baca Juga: Anggota DPR Laporkan Gubernur Papua Barat ke KPK

Berita Terkini Lainnya