TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dalam Delapan Tahun Jumlah Desa Tertinggal Berkurang 9.015

Bantuan pembangunan desa berkucuran dari berbagai pihak

Potret Desa Wisata Lukpanenteng di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (instagram.com/ekowisata_lukpanenteng)

Bandung, IDN Times - Perkembangan dan kemajuan desa di Indonesia mengalami akselerasi yang signifikan pasca terbitnya UU Desa. Kondisi tersebut diantaranya tercermin dari perkembangan status desa, dimana jumlah desa sangat tertinggal dan tertinggal semakin berkurang. Pada saat yang sama, jumlah desa berkembang, maju, dan mandiri terus bertambah.

Direktur Promosi dan Pemasaran Produk Unggulan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Syahrul Lamado mengatakan, berdasarkan data Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, selama periode 2015-2022, jumlah desa sangat tertinggal berkurang 9.015 desa dari 13.453 desa menjadi 4.438 desa. Desa tertinggal berkurang 24.354 desa dari 33.592 menjadi 9.238 desa.

Kemudian desa berkembang bertambah 11.011 desa dari 22.882 menjadi 33.893, desa maju bertambah 16.641 desa dari 3.608 desa menjadi 20.249 desa. Kemudian, desa mandiri menjadi 6.239 desa dari sebelumnya 174 desa.

Perkembangan status tersebut melampaui tagret yang disampaikan di RPJMN. Pada rencana ditargetkan 10.000 desa tertinggal menjadi berkembang, serta mendorong 5.000 desa berkembang menjadi mandiri.

“Perkembangan status lebih cepat menandakan animo atau partisipasi masyarakat, dan stakeholder komitmennya luar bisa. Termasuk dengan apa yang dilakukan BRI selama 4 tahun terakhir melalui desa Brilian,” katanya saat Kick Off Meeting New Desa Brilian 2023 dikutip melalui siaran pers, Jumat (12/5/2023).

1. Masyarakat lebih berpartisipasi dalam pembangunan di desanya

Budaya Ngalun Aiq Desa Aik Dewa

Syahrul mengatakan perubahan paradigma pembangunan desa pasca terbitnya UU Desa membuat desa cepat berkembang. Pada paradigma lama desa berposisi sebagai objek pembangunan. Sedangkan pada paradigma saat ini, desa merupakan subjek pembangunan yang menitikberatkan pada partisipasi masyarakat.

“Dua hal yang menjadi ciri dari paradigma saat ini, pertama pemberian kewenangan berdasarkan azas rekognisi dan subsidiaritas, dimana pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan desa. Serta penggunaan kewenangan skala lokal. Kedua, kedudukan desa sebagai pemerintah berbasis masyarakat,” katanya.

2. Desa punya kedaulatan sendiri dalam perkembangan ekonomi

Desa Wisata Kertalangu (Instagram.com/Desa Wisata Kertalangu Bali)

Syahrul mengatakan, pasca terbitnya UU Desa telah mengubah tatanan politik desa. Politik kedaulatan desa, yakni perangkat desa dan warga desa berdaulat merumuskan dan memutuskan masa depannya karena kewenangan hak asal usul (rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (subsidiaritas).

Kemudian, politik pembangunan desa, yakni desa mulai menyadari bahwa urusan pembangunan bukan hanya membangun jalan, jembatan, irigasi. Tetapi juga terkait dengan pemberdayaan masyarakat, kemandirian ekonomi yang bertumpu kepada partisipasi dan sumber daya ekonomi desa, dan meletakkan sistem nilai (budaya) lokal sebagai basis gerakan pembangunan.

Serta politik literasi desa, yakni kesadaran warga terhadap pengetahuan strategis desa hidup kembali, dari mulai soal transparansi anggaran, kesehatan reproduksi, demokrasi ekonomi, pengarusutamaan perempuan, jejaring informasi, basis data, hingga kesadaran ekologis.

“Ketiga pilar-pilar ini yang telah dibangun selama ini, sehingga kekuatan pembangunan nasional disokong secara utuh: desa dan kota. Jalannya pembangunan tak lagi bias kota karena ditopang oleh kaki kaki tersebut,” katanya.

Baca Juga: Desa-Desa di IKN Minta Statusnya Tidak Berubah Jadi Kelurahan

Berita Terkini Lainnya