TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belasungkawa Kasus George Floyd, Ridwan Kamil: Tidak Boleh Ada Rasisme

Jangan sampai ada kejadian rasis lagi di sekitar kita

(Terrence Floyd mengunjungi lokasi dekat saudara lelakinya George ditahan oleh polisi Minneapolis lalu meninggal dunia)ANTARA FOTO/REUTERS/Eric Miller

Bandung, IDN Times - Kematian seorang warga negara Amerika George Floyd yang dianggap sebuah bentuk rasisme memicu aksi demonstrasi besar-besaran di Amerika Serikat. Kondisi ini pun membuat banyak pihak ikut berbelasungkawa atas kejadian tersebut.

Tak terkecuali Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dalam akun Instagram pribadi miliknya, Emil menyebut bahwa dulu dia menilai dunia akan semakin aman, damai, dan beradab seiring berjalannya waktu dan modernisasi kian tumbuh. Namun, realita yang terjadi tidak selalu sejalan dengan logika liniernya.

"Di era modern ini, kita menyaksikan, dunia dinterupsi oleh ISIS, oleh Covid, oleh kebencian rasisme dan kebencian Iainnya dari mereka yang tidak bisa hidup berdamai dengan perbedaan," ujar Emil, Kamis (4/6).

1. Perbedaan warna kulit adalah takdir Sang Pencipta

Ilustrasi kegiatan belajar mengajar siswa di Kabupaten Lanny Jaya, Papua (Facebook/Maruntung Sihombing)

Menurutnya, perbedaan warna kulit merupakan takdir dari Yang Maha Pencipta. Etnisitas berbeda juga adalah takdir setiap manusia. Dan perbedaan kemanusiaan itu adalah rahmat Tuhan yang bisa menjadi kekuatan luar biasa.

Dia berharap agar seluruh masyarakat di Indonesia khususnya bisa saling menghargai dan hidup damai meski berbeda-beda dalam berbagai hal. Karena kedamaian ini sesuai dengan sila Ke-2 Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab.

"Semoga kejadian kepada #georgefloyd di Amerika Serikat menjadi hikmah bagi kita. Tidak boleh ada secuil asa rasisme dalam batin kita," ujarnya.

2. Banggalah dengan bangsa sendiri meski banyak kekurangannya

www.nu.or.id

Emil juga meminta masyarakat bisa mengambil hikmah dari berbagai kejadian di negara Amerika yang tergolong mapan. Dia menilai Amerika atau negara maju lainnya tidak selal harus dikagumi karena ekonominya maju.

"Banggalah dengan bangsa kita sendiri, walaupun banyak kekurangannya. Mari bersama kita sempurnakan rumah kita ini (Indonesia)," kata dia.

3. Aksi demo besar-besaran terkait rasisme juga terjadi di negara lain

Seorang warga lokal berdiri di depan memorial penghormatan sementara kepada George Floyd, di lokasi di mana ia ditahan oleh polisi, di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, pada 1 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria

Kematian seorang pria kulit hitam di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat bernama George Floyd pada minggu lalu menimbulkan protes besar di negara tersebut. Menurut laporan NBC News, masyarakat di berbagai kota di 50 negara bagian Amerika Serikat turun ke jalan untuk meminta keadilan atas kematian Floyd dan banyak orang kulit hitam lainnya, serta menuntut berakhirnya rasisme dan brutalisme polisi.

Rupanya, gelombang protes ini juga menyulut reaksi warga di belahan dunia lain. Ratusan orang di Paris, Prancis, turun ke jalan untuk menyuarakan keprihatinan mereka terhadap diskriminasi berbasis ras, terutama oleh negara dan aparat. Begitu juga dengan orang-orang di Selandia Baru, Jepang, Jerman dan Irlandia yang mengungkapkan solidaritas mereka terhadap kelompok minoritas kulit hitam.

Mengutip The Guardian, ada sekitar 20.000 orang yang berunjuk rasa di Paris pada Selasa (2/6) waktu setempat. Mereka tak hanya menggaungkan nama Floyd, tapi juga Adama Traore. Warga Prancis mengetahui Traore sebagai laki-laki kulit hitam yang meninggal saat ditahan oleh polisi pada 2016.

Menggunakan tagar #BlackLivesMatter dalam poster-poster, mereka meminta agar kekerasan dan diskriminasi terhadap warga kulit hitam diakhiri. “Hari ini kita tak hanya bicara soal perjuangan keluarga Traore. Ini adalah perjuangan bagi setiap orang. Saat kita berjuang untuk George Floyd, kita berjuang untuk Adama Traore,” kata saudara perempuan Traore di hadapan massa.

Sama seperti Floyd, hasil otopsi Traore juga diperdebatkan. Medis yang diutus otoritas mengatakan Traore meninggal karena gagal jantung. Sedangkan otopsi mandiri yang diminta keluarga menyebut ia tewas akibat ditindih oleh tiga polisi yang menangkapnya sehingga tak bisa bernapas.

Berita Terkini Lainnya