Banting Harga Bisnis Kos-kosan di Lingkungan Kampus
Perkuliahan secara daring membuat mahasiswa pulang kampung
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Jalanan kecil di setiap gang kawasan Tamansari, Kota Bandung, lenggang. Tak ada keramaian hilir mudik mahasiswa yang kerap berangkat untuk berkuliah atau sekedar istirahat mencari makan di warung-warung kecil saat siang menjelang. Di malam hari, kawasan ini pun sunyi senyap.
Kondisinya itu sangat bertolak belakang dibandingkan sebelum pandemik COVID-19 merebak di Indonesia. Salah satu penyebabnya, karena ratusan mahasiswa yang selama ini menyewa kos-kosan di daerah Tamansari sudah lama meninggalkan kamarnya. Perkuliahan yang dilakukan secara online (daring), membuat mereka memilih pulang ke kampung halaman.
Taufik, salah satu pemilik rumah kos di Tamansari menuturkan, saat ini kamar yang disewakannya hanya terpakai dua dari 13 kamar. Itupun tidak ada penghuninya. Mahasiswa hanya menitipkan barang karena memilih belajar online dari rumah ketimbang kos-kosan.
"Jadi pemasukan ya gak ada kan. Ya memang sistemnya bayar per tahun. Tapi kan sudah pada habis dan mereka ada yang keluar, sisanya hanya titip barang dengan ongkos yang murah," ujar Taufik saat berbincang dengan IDN Times, Jumat (19/2/2021).
Sistem belajar secara online yang sudah hampir setahun diberlakukan pemerintah ini nyatanya memberi dampak besar bagi pemilik rumah kos. Banyak mahasiswa yang memutuskan tak menyewa kamar kos karena pulang ke rumah selama belajar masih dilakukan secara online.
Alhasil, mereka yang selama ini menggantungkan penghasilan bulanan atau tahunan dari menyewakan kamar kos harus kehilangan pendapatan.
"Biasa setahun bisa dapat Rp150 juta sampai Rp200 juta. Sekarang belum ada lagi mahasiswa masuk pas tahun ajaran baru. Yang sewa kamar buat barang juga bayarnya nanti. Banyak nombok kita," ujar Taufik.
1. Pemilik rumah kos coba bertahan dengan uang seadanya
Bisnis kos-kosan untuk mayoritas masyarakat Tamansari sudah sangat melekat. Hampir setiap rumah yang berada di kawasan padat penduduk ini dijadikan rumah kos. Tak sedikit dari para pemilik rumah tidak bekerja secara formal, dan hanya mengandalkan pemasukan dari bisnis ini.
Sayangnya, di tengah pandemik COVID-19 pemasukan mereka jelas terhambat. Tabungan pun perlahan terkuras karena pengeluaran kebutuhan sehari-hari mana mungkin tidak dipenuhi.
Teti misalnya, selama ini dia hanya mengandalkan pemasukan dari rumah yang jadikan kos-kosan. Setiap tahun rumah kosnya bisa menghasilkan maksimal Rp150 juta per tahun.
Namun uang ini dibagi juga kepada sudara kandung karena rumah tersebut merupakan waris dari orang tua. Alhasil tidak sepenuhnya pemasukan dari kos-kosan masuk ke kantungnya.
"Sekarang ya jelas ga ada pemasukan lagi. Harusnya banyak mahasiswa yang bayar uang kosan pada Agustus dan September. Tapi sekarang ga ada sama sekali," paparnya.
Kondisi ini membuat keinginannya memperbaiki kondisi kamar kosan terhambat. Padahal tak sedikit hal yang harus diperbaiki mulai dari kebocoran hingga mengecat kamar.
"Sekarang ma yang penting bisa makan secukupnya aja dulu. Uang dari kerjaan serabutan saya sekarang buat sehari-hari aja jadinya," ungkap Teti.
Baca Juga: 11 Bulan Pandemik, Pemilik Kosan Menjerit Ditinggal Mahasiswa
Baca Juga: Usaha Kos-kosan Tersendat, Pemasukan Berkurang Drastis