TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sosok Mak Rasih di Balik Tanjakan SpongeBob yang Viral

Emak rasih mewakafkan tanah untuk jalan

(Bangkit Rizki/IDN Times)

Bandung Barat, IDN Times - Asal-usul Tanjakan Spongebob di Kampung Bukanagara, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) akhirnya terungkap. Ada sejarah panjang di balik tanjakan yang curam itu.

Tanjakan SpongeBob belakangan ini kembali jadi buah bibir usai serangkaian insiden melibatkan kendaraan roda dua dan roda empat yang terekam kamera warga hingga viral di media sosial. Tanjakan itu tidak memberikan kesan jenaka seperti namanya yang diadopsi dari sebuah film kartun populer.

Tanjakan SpongeBob ini sudah menjadi rahasia umum memiliki kemiringan yang sangat ekstrim sehingga sulit ditaklukan pengendara. Ada yang kendaraannya tak kuat, hingga mundur lagi bahkan sampai terjadi kecelakaan karena tak kuat menanjak. SpongeBob ialah jalan alternatif wisatawan dan warga dari Lembang ke Kota Bandung.

Setelah dikuak, ternyata ada peran dari seorang warga lokal bernama Mak Rasih, yang mewakafkan sebagian tanahnya untuk pembuatan jalan dan tanjakan tersebut. Hal itu diungkapkan Sayogo (37 tahun) cucu dari Mak Rasih.

"Jadi dulu jalan ini hanya jalan setapak, kemudian warga ingin ada akses ke kantor desa. Nah akhirnya nenek saya (Mak Rasih) mewakafkan tanahnya sebagian untuk jalan ini," ujar Sayogi, Rabu (8/11/2023).

1. Mak Rasih Punya 100 tumbak tanah di Bukanagara

Sebuah Mobil Hendak Menanjak di Tanjakan SpongeBob, Lembang, KBB. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Sayogi juga tak tahu pasti berapa panjang tanah yang diwakafkan namun ia hanya ingat lebarnya saja yakni 2,5 meter. Tanah itu diwakafkan 20-30 tahun lalu oleh Mak Rasih termasuk tanjakan yang dulunya namanya sesuai domisili yakni Bukanagara.

"Jadi awalnya minta 1 meter, yang kedua minta 1 meter lagi, terakhir minta 0,5 meter. Itu sesuai kesepakatan dengan warga dan sesepuh kampung di sini," ujar Sayogi.

Mak Rasih sendiri punya tanah di Kampung Bukanagara itu sekitar 100 tumbak atau setara 1.400 meter persegi. Di sebelahnya ada tanah adik dari Mak Rasih dengan luas yang tak jauh berbeda.

"Jadi memang ini tanahnya perkebunan, makanya dulu gak ada jalan, hanya jalan setapak. Sebagian sudah diwakafkan, terus ada juga yang sudah dijual," tutur Sayogi.

2. Keluarga Mak Rasih masih bayar PBB

(Bangkit Rizki/IDN Times)

Meski sudah mewafkafkan tanahnya untuk jalan umum, keluarga Mak Rasih masih harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sampai saat ini. Hal itu baru diketahui keluarga sekitar dua tahun lalu, sebab sejak awal tanah diwakafkan, keluarga tak tahu bagaimana nasib sertifikat tanah tersebut.

"Jadi dari awal itu, kami gak tahu kalau sertifikatnya masih satu, ikut ke induknya. Belum ada pemisahan sertifikat tanah, ini buat jalan, ini yang sudah dibeli, ini yang punya keluarga saya. Jadi masih satu, atas nama Mak Rasih," tutur Sayogi.

Penerus Emak Rasih pun harus menanggung seluruh biaya PBB secara utuh selama puluhan tahun meski sebagian sudah diwakafkan untuk jalan. Hal itu membuat keluarga merasa keberatan dan minta segera ada penyelesaiannya.

"Jadi kami juga baru tahu, kenapa tanah keluarga yang sisa 80 tumbak, tapi bayar PBB lumayan mahal, sekitar Rp500 ribu per tahunnya. Ternyata, kami itu bayar PBB tanah utuh, jadi 100 tumbak. Jadi jalan sama tanah yang sudah dijual itu masih kita yang bayar," kata Sayogi.

Baca Juga: Tanjakan SpongeBob di Lembang ini Ternyata tak Selucu Namanya

Baca Juga: 4 Tips Melewati Tanjakan Spongebob Tanpa Waswas 

Berita Terkini Lainnya