TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar ITB Sebut Penurunan Tanah di Bandung Jadi yang Tercepat di Dunia

Diprediksi krisis air terjadi 2050

Pemukiman padat di Kota Bandung - IDN Times/Bagus F

Bandung, IDN Times - Wilayah Bandung mendapat ancaman serius terkait land subsidence atau penurunan tanah. Setiap tahunnya, penurunan tanah di Bandung mencapai 20 cm. Angka tersebut, merupakan penurunan tanah tercepat di dunia.

Hal itu diungkap peneliti sekaligus dosen jurusan Geodesi ITB, Heri Andreas. Dari hasil penelitiannya, penurunan tanah di wilayah Bandung merupakan penurunan tanah tercepat di dunia.

"Dengan menggunakan teknologi bisa melihat seberapa besar penurunan tanah. Setelah pengukuran ditemukan bahwa Bandung yang terluas dan tercepat di dunia, bukan di Indonesia. Itu faktanya," ungkap Heri beberapa waktu lalu.

Menurut Heri, fakta itu yang memantik sejumlah peneliti dunia untuk meneliti land subsidence atau penurunan tanah di wilayah Bandung. Pasalnya fenomena ini menjadi ancaman serius bagi warga wilayah Bandung.

1. Penurunan tanah disebabkan besarnya penggunaan air tanah

IDN Times/Bagus F

Heri menyebutkan, fenomema penurunan tanah di wilayah Bandung sudah mulai sejak tahun 1980-an. Hal itu diakibatkan karena masifnya pembangunan infrastruktur yang berdampak pada pengambilan sember air tanah besar-besaran.

Sejumlah wilayah yang hingga saat ini terus mengalami penurunan tanah yakni Cimahi, Dayeuhkolot, Majalaya, Banjaran, Rancaekek dan meluas ke wilayah industri pabrik lainnya.

"Sebenarnya bukti empiris itu sudah jelas. Solusinya cuma kalau kita berhenti ngambil air tanah, land subsidencenya berhenti. Itu juga mencegah krisis air di masa depan," ujarnya.

2. Mexico mampu mengatasi penurunan tanah

IDN Times/Galih Persiana

Heri menjelaskan, fenomena penurunan tanah tercepat sebelumnya berada di wilayah Mexico City dengan angka rata-rata penurunan tanah 20 cm per tahun. Namun, pemerintah di negara tersebut mampu melakukan penghentian penurunan air dengan cara mengatur manajemen air yang baik dan mengehentikan pengambilan air tanah.

"Sementara di kita, di Bandung dan Jakarta ini belum. Akhirnya sekarang menjadi yang tercepat, dulunya Mexico City sekarang Bandung," paparnya.

3. Singapura sama sekali tidak menggunakan air tanah

Sumber Gambar: maldivestourismarchives.com

Selain Mexico, Singapura juga berhasil mengatasi fenomena penurunan tanah. Menurutnya, Pemerintahan Indonesia perlu menyadari ancaman serius fenomena ini seperti pemerintahan Singapura.

"Seperti kasus di Singapura, dia kan 0 persen air tanah 100 persen air permukaan. Air permukaan bisa dari water harvesting, water recycling, retensi area atau waduk, bisa juga revitalisasi sungai," sebutnya.

Berita Terkini Lainnya