Reformasi Subsidi Energi Diklaim Tetap Lindungi Masyarakat Miskin
Pemerintah: ada mindset yang salah soal reformasi subsidi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Pemerintah memastikan akan terus melakukan reformasi subsidi energi pada 2022 dan juga tahun-tahun ke depan. Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah terus berupaya memperbaiki kebijakan subsidi energi agar subsidi tersebut tepat sasaran.
“Di satu sisi, reformasi subsidi energi ini juga harus selalu melindungi masyarakat miskin dan rentan melalui mekanisme semacam bantuan cash transfer sehingga daya beli masyarakat miskin dan rentan tetap tetap terjaga,” kata Febrio, saat menjadi pembicara kunci dalam webinar Reformasi Subsidi Bahan Bakar Fosil di G20: Bagaimana Mencapai Pemulihan Pasca Pandemi?, Rabu (16/3/2022).
Febrio menambahkan, Indonesia sudah pernah melakukan reformasi subsidi energi pada 2015. Ketika itu, pemerintah menghapus subsidi BBM premium, subsidi tetap untuk solar, dan menghapus 12 golongan pelanggan listrik dari daftar penerima subsidi.
“Hasil dari reformasi subsidi energi pada 2015 adalah ruang fiskal yang signifikan di APBN. Anggaran subsidi energi turun dari Rp341 triliun menjadi Rp119 triliun atau hemat 65 persen.”
“Penambahan ruang fiskal memungkinkan pemerintah untuk menaikkan anggaran sektor lain seperti infrastruktur dan dana bantuan sosial, juga anggaran untuk pendidikan dan kesehatan,” ungkap Febrio.
Dengan alasan itu, Febrio mengklaim alih-alih merepotkan, reformasi subsidi energi justru meringankan beban masyarakat dengan target yang lebih tepat sasaran.
1. Reformasi subsidi 2015 dan 2017 harus jadi contoh
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan, reformasi subsidi BBM yang pernah dilakukan di tahun 2015 dan subsidi listrik di tahun 2017, dapat menjadi pembelajaran untuk mengubah mindset dari belanja konsumtif ke produktif.
"Mengubah belanja kurang produktif menjadi belanja yang produktif. Ini kebijakan subsidi energi yang tepat sasaran," kata Wahyu.
Data menyebutkan jika subsidi listrik tahun 2021 mencapai Rp56,61 triliun, termasuk pembayaran diskon tarif PEN 2021 sebesar Rp8,79 triliun. Lalu, subsidi elpiji 3 kg tahun 2021 sebesar Rp67,62 triliun, termasuk pembayaran kurang bayar Rp3,72 triliun.
Maka itu, selama 2015 hingga 2021, rata-rata porsi subsidi energi didominasi oleh subsidi listrik.
Jika tepat sasaran, kata Wahyu mencontohkan, subsidi energi semestinya telah berhasil menurunkan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Namun kenyataannya di lapangan yang terjadi tidaklah seperti itu.
Kata dia, subsidi yang kurang tepat sasaran berpotensi meningkatkan kesenjangan. Subsidi listrik golongan rumah tangga bersifat lebih progresif karena lebih tepat sasaran untuk pengguna daya 900 VA (miskin dan rentan) berdasar DTKS.
“Namun pada kenyataannya, masih dinikmati oleh golongan mampu yang menerima manfaat lebih besar karena konsumsi listrik lebih tinggi,” katanya.
Baca Juga: Peliknya Mendorong Energi Terbarukan agar Jadi Energi Masa Depan
Baca Juga: Jokowi: Kita Tinggalkan Energi Fosil dan Beralih ke Energi Terbarukan
Baca Juga: Ridwan Kamil Berharap 2050 Indonesia Total Pakai Energi Terbarukan