Ridwan Kamil Disebut Darah Nahdatul Ulama dari KH. Muhyiddin

Kakek Ridwan Kamil berdarah Nahdatul Ulama

Bandung, IDN Times - Baru-baru ini Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil alias Emil kembali mengungkap kedekatan dirinya dengan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU). Mantan Wali Kota Bandung ini ternyata memiliki darah NU dari kakeknya, KH. Muhyidin, atau Mama Pagelaran.

Ridwan Kamil menceritakan, kakeknya ini merupakan tokoh pejuang kemerdekaan RI. Perjuangan KH. Muhyidin bahkan sudah diakui, masuk ke dalam pahlawan nasional dari Kabupaten Subang.

"KH. Muhyiddin, seorang pahlawan yang di era kolonial membela, bertempur, melawan Belanda, kemudian di era DI juga melawan DI/TII, di era PKI juga melawan PKI. Sehingga dalam definisi kiai pejuang, beliau adalah yang nyata memberikan jasa kepada republik ini," ujar Emil, beberapa waktu lalu.

1. Pesantren peninggalan kakeknya masih eksis hingga saat ini

Ridwan Kamil Disebut Darah Nahdatul Ulama dari KH. MuhyiddinRidwan Kamil. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Emil mengungkapkan, keturunan Mama Pagelaran sampai saat ini mengurus sembilan pesantren di Jawa Barat. Pesantren Pagelaran merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Jabar.

"Kebetulan para keturunannya mengurusi sekarang sembilan pesantren, tentunya pesantren yang Ahlussunnah wal Jama'ah yang tentunya terdepan mewarisi nasihat wasiat selalu dalam agama Islam dan membela NKRI," tuturnya.

2. PWNU Jabar benarkan Ridwan Kamil berdarah NU

Ridwan Kamil Disebut Darah Nahdatul Ulama dari KH. MuhyiddinGubernur Jabar Ridwan Kamil (IDN Times-Azzis Zulkhairil)

Sementara itu Ketua PWNU Jawa Barat, KH. Juhadi Muhammad mengatakan, Ridwan Kamil memiliki hubungan dengan Nahdlatul Ulama. KH Muhyiddin, kakeknya, merupakan panglima Hizbullah.

Hizbullah sendiri adalah laskar pejuang yang aktif selama masa perang kemerdekaan Indonesia. laskar ini dikomandoi oleh seorang ulama besar dari NU, K.H. Zainul Arifin Pohan.

"Benar (Ridwan Kamil) NU. Beliau (Ridwan Kamil) sering menyampaikan kakeknya itu panglima Hizbullah, dan memang pesantren peninggalan kakeknya mengajarkan Aswaja," katanya.

3. Siapa KH Muhyiddin?

Ridwan Kamil Disebut Darah Nahdatul Ulama dari KH. MuhyiddinANTARA FOTO/Novrian Arbi

KH Muhyiddin ialah seorang ulama yang memiliki jalan dakwah menantang penjajahan. Bahkan akibat terlalu depan mengajak rakyat melawan kolonialisme Belanda, pada 1939, Mama Pagelaran dipenjarakan pemerintahan Belanda.

Pria kelahiran Garut 1878 ini turut membentuk pasukan Hizbullah Pagelaran yang terdiri dari santri, alumni, jamaah pengajian, dan masyarakat Subang. Pasukan Hizbullah pun ikut terlibat dalam penyergapan konvoi tentara NICA di Ciater bersama BKR kala itu.

Bentuk perjuangan KH. Muhyidin lainnya adalah ketika tentara Nederlands Indie Civil Administration (NICA) datang ke tanah air pada 1946, yang berniat merebut kembali NKRI. Ia memimpin langsung pertempuran melawan pasukan NICA di Jawa Barat, khususnya di daerah Ciater, Isola, dan Cijawura.

Selain itu, KH. Muhyidin pun merupakan pendiri Pondok Pesantren Pagelaran, Cisalak. Namun semua kisah tersebut bermula dari Kabupaten Sumedang. Pada tahun 1900-an, Bupati Sumedang dikala itu Pangeran Wiriakusumah, merasa kalau warga mukmin Sumedang amat membutuhkan edukasi pakar agama.

Lantas KH. Muhyiddin didatangkan, lalu pada tahun 1910 ia ditempatkan di daerah Cimalaka, selanjutnya mendirikan pesantren Cimalaka.

Sepuluh tahun berlalu, dia pindah ke suatu tempat terasing di Cimeuhmal, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. Di tempat itu dia mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Pagelaran.

4. Kakek Ridwan Kamil sempat berpindah-pindah tempat

Ridwan Kamil Disebut Darah Nahdatul Ulama dari KH. MuhyiddinIlustrasi bendera Nahdatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren (Ponpes) Darussa'adah, Lampung Tengah (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Melansir dari laman Pondok Pesantren Pagelaran, sesudah revolusi kebebasan, situasi wilayah amat tidak nyaman sebab merajalelanya kendala kawanan. Banyak pengikut serta teman seperjuangan KH. Muhyiddin yang berpulang jadi korban kebengisan kawanan.

Alhasil pada tahun 1950 ia diputuskan untuk mengungsi, kembali ke Sumedang. Dia bermukim di wilayah Kalangan. Sepanjang bermukim di sana aktivitas pengajian senantiasa berjalan, serta setelah itu dia mendirikan pondok pesantren.

Pada 1962 atas permohonan tokoh-tokoh warga Dusun Gardusayang dan pejabat tentara, dia pindah ke Dusun Gardusayang, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang. Tokoh- tokoh warga serta pihak tentara durasi itu memohon kehadiran dia buat merehabilitasi psikologis warga yang cacat sebagai dampak kawanan berandal keamanan.

Di tempat tersebut pun dia mendirikan Pondok Pesantren Pasirnaa . Hingga pada akhirnya, tahun 1973, ia wafat di umur 97 tahun serta dimakamkan di Cimeuhmal. Putra- putrany memanggil pesantren Pagelaran di Cimeuhmal jadi Pondok Pesantren Pagelaran I.

Sementara pesantren di Kalangan Sumedang jadi Pondok Pesantren Pagelaran II, serta Pesantren Pasirnaan di Gardusayang kerap kali disebut juga sebagai Pondok Pesantren Pagelaran III.

Baca Juga: MUI Bogor Gelar Ijtima Ulama Bahas Penyimpangan Ponpes Al Zaytun

Baca Juga: Mengenal Ambo Dalle, Sosok Ulama Mahsyur dari Tanah Bugis

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya