Kucurkan Pendanaan, DBS Indonesia Pertimbangkan Aspek ESG

Bandung, IDN Times - Bank DBS Indonesia melihat berbagai proyek transisi energi di Indonesia memiliki banyak peluang untuk mendapat pendanaan. Namun, mereka telah komit untuk selalu mempertimbangkan kesiapan proyek sebelum mengucurkan pendanaan.
Executive Director Institutional Banking Group Bank DBS Indonesia Heru Gautama Hatman mengatakan, Bank DBS melihat kesiapan proyek dari sisi environmental, sustainable and governance (ESG).
Langkah ini merupakan bagian dari advokasi keuangan berkelanjutan (sustainable finance) dalam pendanaan perusahaan.
Keuangan berkelanjutan merupakan ekosistem kebijakan, regulasi, norma, standar, produk, transaksi, dan jasa keuangan yang menyelaraskan kepentingan ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial dalam pembiayaan kegiatan berkelanjutan.
“Proyek transisi energi di Indonesia saat ini memiliki berbagai peluang dan risiko. Termasuk (risiko) pergerakan valuasi komoditas di pasar. Ini memengaruhi pertimbangan berinvestasi pada berbagai proyek transisi energi,” ujar Heru dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Rabu (7/8/2024).
1. Dorong pelaku usaha Indonesia yang terlibat dalam transisi energi

Heru menambahkan, Bank DBS Indonesia juga mendorong lebih banyak pelaku usaha lokal bisa terlibat dalam transisi energi di Indonesia. Misalnya untuk penyediaan panel solar yang semestinya bisa dibuat di dalam negeri. Dengan produk lokal bisa terserap sehingga dapat mengurangi impor.
“Ekosistem seperti ini penting untuk melibatkan pelaku lokal. Bank DBS misalnya, saat ini sudah menyalurkan pendanaan untuk pembuat solar panel di India, yakni ReNew Power,” ungkap Heru.
Komitmen pada transisi energi juga ditunjukkan Bank DBS dengan bergabung dalam Net-Zero Banking Alliance (NZBA) dan Glasgow Financial Alliance for Net-Zero (GFANZ). Keduanya adalah gabungan aliansi bank yang berkomitmen terhadap nol emisi karbon di tingkat global.
2. Pendanaan transisi energi perlu ekosistem yang matang

Adapun, Partner and Head of Asia Pacific Sustainable Finance and Policy Systemiq Masyita Crystallin mengatakan, pendanaan untuk transisi energi di Indonesia memerlukan ekosistem yang sudah matang.
Unsur ekosistem itu terdiri dari implementasi, regulasi, dan investasi. “Taksonomi keuangan kita juga perlu diperhatikan, apakah sama dengan negara-negara ASEAN misalnya. Itu akan memudahkan pendanaan dan pembentukan ekosistem yang sehat,” kata Masyta.
3. Mengenal forum SAFE

Di sisi lain, Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) adalah forum tahunan yang digelar Katadata Indonesia sejak 2020. SAFE membahas isu dan solusi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Forum ini menyatukan semua pemangku kepentingan: pemerintah, korporasi dan industri, organisasi masyarakat sipil dan publik untuk mengeksplorasi pengalaman, strategi, dan aksi nyata untuk ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
Tahun ini, SAFE menghadirkan lebih dari 40 pembicara ahli dan profesional. Mereka juga berfokus pada sejumlah topik strategis terkait pengembangan ekonomi hijau seperti pasar karbon Indonesia, akselerasi dekarbonisasi industri, transisi energi, pembangunan ekosistem kendaraan listrik, pembiayaan berkelanjutan, ekonomi sirkular, dan inisiatif berbagai kelompok masyarakat dalam mendukung isu keberlanjutan dan pelestarian alam.