Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi tayangan siaran televisi digital. (Tim Komunikasi Publik dan Edukasi Migrasi TV Digital)

Bandung, IDN Times - Pemberlakuan TV Digital dengan transisi Analog Switch Off (ASO) dinilai menjadi harga mati sebagai bentuk pemerataan digitalisasi hingga pelosok se-tanah air. ASO diketahui merupakan amanat dari UU Ciptaker yang harus dipenuhi oleh seluruh elemen mulai 2 November 2022.

Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan menjelaskan jika ada yang keberatan terhadap ASO seharusnya disampaikan sebagai judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

"Seperti yang dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat yang mengerti proses hukum konstitusi dan demokrasi. Menyatakan keberatan ASO pada saat sekarang menghambat sebuah upaya besar, melebihi kepentingan penyiaran televisi digital dan penyebaran STB," ujar Farhan dalam keterangannya, Rabu 16 November 2022.

1. ASO tak bisa dihindari di tengah era digital

Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Muhammad Farhan (www.dpr.go.id)

Menurutnya, ASO tak bisa dihindari di tengah era digital. Dia mengungkapkan, ASO  memaksa semua lembaga penyiaran televisi menghentikan siaran analog, sehingga bandwidth (ruang frekeunsi) yang digunakan oleh lembaga penyiaran di frekuensi 700Mhz tidak besar jadi memiliki lebih banyak ruang frekeunsi di 700Mhz untuk menambah kecepatan dan kapasitas koneksi internet di Indonesia.

"Kelebihan ruang frekuensi (bandwidth) ini yang disebut sebagai digital dividen yang akan mampu menumbuhkan ekonomi digital Indonesia sampai USD 30milliar sampai tahun 2030," katanya.

2. Lembaga penyiaran yang menolak ASO berarti melawan pemerintah

Editorial Team

Tonton lebih seru di