Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

15 Tahun Penjara Menanti Ustaz Cabul di Cirebon

Seorang ustaz di Pondok Pesantren Darurrohmah, Wildan terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp5 miliar atas dugaan tindak pidana pencabulan kepada sejumlah santri di bawah umur.

Cirebon, IDN Times- Seorang ustaz di Pondok Pesantren Darurrohmah, Wildan terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp5 miliar atas dugaan tindak pidana pencabulan kepada sejumlah santri di bawah umur.

Kasus ini terungkap setelah korban melaporkan kejadian tersebut ke Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon beberapa waktu lalu.

1. Pijat jadi modus pelaku untuk lancarkan aksi bejat

Ilustrasi penjara

Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Cirebon, Kombes Pol Sumarni, mengonfirmasi kasus ini telah diproses berdasarkan laporan polisi (LP) nomor 103/2/ROM/2025 tanggal 12 Februari 2025.

Pelaku dijerat dengan Pasal 82 Ayat 1 dan Ayat 2 Junto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

"Ancaman hukuman maksimal adalah 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Karena pelaku berstatus sebagai tenaga pendidik, hal ini menjadi faktor pemberat dalam penjatuhan hukuman,” kata Sumarni di Mapolresta Cirebon, Jalan Dewi Sartika, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jumat (28/2/2025).

Menurut Sumarni, pelaku yang berprofesi sebagai tenaga pendidik tersebut menggunakan modus operandi meminta korban untuk memijatnya.

“Setelah itu, pelaku diduga melanjutkan dengan memegang bagian-bagian sensitif korban,” kata Sumarni.

Kasus pencabulan yang melibatkan Wildan, seorang ustaz di Pondok Pesantren Darurrohmah, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mencuat. Korban dalam kejadian tersebut merupakan anak berusia 14 tahun dan 12 tahun.

Pengasuh Pesantren Darurrohmah, Warso Winata mengatakan, tersangka telah dipecat sejak November lalu dan kasusnya telah diserahkan sepenuhnya kepada Polresta Cirebon.

"Kami mendukung penuh proses hukum yang sedang berlangsung dan telah mengambil langkah-langkah tegas sesuai prosedur hukum serta aturan pesantren," ujar Warso.

Sebagai bentuk tanggung jawab, pihak pesantren juga menyediakan pendampingan psikologis bagi para santri guna memastikan kondisi mental mereka tetap terjaga.

Selain itu, sistem seleksi guru diperketat dengan asesmen dan wawancara mendalam untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Warso menyesalkan insiden ini dan menegaskan bahwa peristiwa tersebut bertentangan dengan nilai-nilai pesantren.

"Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan manajemen pesantren serta menerima masukan dan kritik dari masyarakat demi kebaikan bersama," tambahnya.

2. Keluarga tolak damai

ilustrasi tindakan kekerasan (pexels.com/@cottonbro/)

Saat ini, keluarga tersangka berupaya mengajak keluarga korban untuk menempuh jalur damai.
Sementara itu, keluarga korban masih menolak tawaran tersebut. Mereka mengaku menghargai niat baik dari pihak tersangka, tetapi tetap menginginkan keadilan bagi anggota keluarga mereka yang menjadi korban.

Namun, keluarga korban menolak ajakan damai tersebut. Mereka menegaskan akan tetap menempuh jalur hukum agar kasus ini diproses sesuai ketentuan yang berlaku.

"Mohon maaf pak, tadi kyai diminta bantu ibu dan keluarga Wildan untuk mengantar ke rumah.
Mereka pengen jumpa silaturahim katanya barangkali masih bisa kekeluargaan pak. Mohon maaf kalau mengganggu pak," tulis seorang utusan Pondok Pesantren Darurrohmah kepada keluarga korban.

S, salah satu ayah korban mengaku, tidak akan memberikan ruang kepada tersangka maupun pondok pesantren untuk berdamai. Tersangka pun harus mendapatkan hukuman seberat-seberatnya atas perilakunya itu.

"Kami menolak untuk berdamai karena ini bukan perkara kecil. Anak saya masih trauma. Apalagi waktu orang dari pesantren datang, dia ketakutan," ujar S kepada IDN Times, Rabu (26/5/2025).

3. Tersangka ditahan di Mapolresta Cirebon

Ilustrasi penjara

Namun, kasus ini menunjukkan masih ada kelemahan dalam sistem pengawasan dan perlindungan di lingkungan pendidikan.
S menekankan pentingnya sistem pengawasan yang lebih ketat di lembaga pendidikan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh lembaga pendidikan untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengawasi tenaga pengajar serta staf lainnya. "Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tidak bisa ditoleransi. Harus ada sistem pengawasan yang lebih baik," tegasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us