TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Berbagai Alasan Seseorang Bisa Melakukan Teror Sperma

Bisa masalah sosial, bisa pula psikologi

Ilustrasi. IDN Times/Arief Rahmat

Bandung, IDN Times - Polisi akhirnya membekuk pelaku pelecehan seksual di Tasikmalaya yang telah memakan banyak korban pada Senin (18/11) di rumah orang tuanya di Kecamatan Cihideung, Tasikmalaya. Fenomena teror sperma tersebut bikin panik masyarakat karena sempat viral dan diperbincangkan khalayak, khususnya di media sosial Facebook.

Sebelumnya, pemilik akun Facebook Izal Firmansyah Batalipu SKM menceritakan pelecehan yang dialami istrinya pada Rabu (13/11) pukul 14.45 WIB, di Jalan Letjen Mashudi, Kota Tasikmalaya, dengan mem-posting foto pelaku dan surat laporan ke Polresta Tasikmalaya.

Dalam surat laporan itu tertulis, saat peristiwa sang istri berinisial LR sedang menunggu temannya, tiba-tiba pelaku menggunakan sepeda motor mendekati korban sambil bertanya tujuan korban. Tak lama setelah melancarkan pertanyaan itu, pelaku kemudian memasukkan tangannya ke dalam celana kemudian mencipratkan cairan mirip sperma ke arah korban.

Menurut Pakar Sosiologi Universitas Padjadjaran Ari Ganjar, seseorang yang melakukan teror sperma boleh dianggap memiliki kelainan seks. Namun, ada berbagai macam alasan yang melatar belakangi orang tersebut hingga mengidap kelainan seksual.

1. Fenomena sosial

Initasik.com

Ari mengatakan, pembahasan mengenai seksual menyimpang tidak mudah untuk disimpulkan. Kelainan seksual bisa juga terjadi lantaran kondisi sosial yang menyulitkan seseorang dalam menyalurkan hasrat seksualnya.

"Kalau misalnya kejadian itu diasumsikan sebagai salah satu fenomena sosial, maka itu harus dikaitkan dengan kejadian-kejadian lain dengan ciri serupa di masyarakat," kata Ari, ketika dihubungi IDN Times pada Kamis (21/11).

Ari melanjutkan, "Kita harus lihat apakah itu muncul karena misalnya orang itu kesulitan untuk mendapatkan pasangan, atau misalnya fenomena perceraian yang tinggi? Kita harus kita lihat ke sana," ujar dia.

Jika dalam perhitungan statistik munculnya perilaku teror sperma tumbuh seiring dengan gejolak fenomena sosial lain, maka bisa muncul penilaian bahwa pelaku teror sperma adalah akibat daripada sebuah sebab.

"Karena mungkin seseorang itu mengalami hambatan dalam menyalurkan hasrat seksual dengan cara yang dibenarkan oleh norma," katanya.

2. Masalah kejiwaan

pixabay.com

Jika yang terjadi sebaliknya, di mana masyarakat Tasikmalaya tak mengalami persoalan menonjol seperti angka masyarakat jomblo dan tingkat perceraian yang tinggi, maka bisa jadi pelaku teror sperma muncul karena masalah psikologi.

"Kalau soal psikologi, mungkin psikolog dapat menjawab persoalan itu. Mengapa orang bisa berbuat seperti itu mungkin dari pengalaman, atau trauma-trauma tertentu, atau kelainan kejiwaan, psikolog dapat menjelaskan itu," katanya.

3. Pilih laporkan ketimbang viralkan

Foto diduga pelaku teror/Facebook Izal Firmansyah Batalipu SKM

Menurut Ari, kabar pelecehan seksual yang dinamai teror sperma dan ramai diperbincangkan di Facebook itu tidaklah salah, melainkan ditempuh dengan jalur yang kurang tepat. Selanjutnya, bilamana ada korban yang mengalami hal serupa, sebaiknya langsung melaporkan tindak pelecehan seksual kepada kepolisian ketimbang bikin viral di Facebook.

Bagaimana pun, kata dia, unggahan di Facebook tidak menjamin sebuah persoalan pidana tuntas di tangan aparat berwenang. "Facebook bukan delik aduan, jadi lebih baik langsung melapor ke pihak kepolisian," ujar Ari.

Sebaliknya, dengan menyebarkan wajah pelaku di media sosial, justru korban bisa mengalami ancaman berkelanjutan. Menurut Ari, pelaku bisa saja merasa tersinggung dengan ulah korban di media sosial dan kembali menyerangnya.

Berita Terkini Lainnya