TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PHK Massal Intai Jawa Barat, Disnakertrans  Siapkan Langkah Mitigasi

Sudah ada puluhan ribu pegawai terkena PHK

Kepala Disnaketrans Jabar Rachmat Taufik Garsadi IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat setiap hari terus bertambah. Sektor padat karya menjadi penyumbang tertinggi yang bisa berdampak pada jumlah pengangguran.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk mencegah perluasan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya.

Kepala Disnakertrans Jabar Taufik Garsadi menututkrna, sejumlah langkah mitigasi tersebut yakni melakukan efisiensi, dengan cara mengurangi upah dan fasilitas pekerja level atas, misalnya tingkat manajer dan direktur.

Selain itu, tambah dia, mengurangi shift kerja, membatasi atau menghapuskan kerja lembur, serta mengurangi jam kerja dan mengurangi hari kerja bagi para pekerja.

"Kemudian meliburkan atau merumahkan pekerja atau buruh secara bergilir untuk sementara waktu, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, memberikan pensiun dini bagi yang sudah memenuhi persyaratan," kata dia dikutip dari ANTARA, Selasa (15/11/2022).

1. Pandemik COVID-19 dan perubahan teknologi picu PHK

pixabay/RAE_Publications

Taufik mengakui bahwa kondisi ini yang memicu data tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat menjadi tinggi dan melahirkan kasus PHK massal di industri padat karya.

Berdasarkan penelusuran dan penelaahan Disnakertrans Jawa Barat, ia memastikan faktor penyebab kondisi PHK ini datang dari berbagai sebab eksternal dan internal. Penyebab eksternal adalah pandemi COVID-19 selama dua tahun terakhir, lalu terjadinya perlambatan ekonomi dunia yang menyebabkan berkurangnya permintaan produk padat karya, serta konflik geopolitik di Ukraina.

Dari sisi internal provinsi, kenaikan UMK di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat yang terlalu tinggi juga membuat kemampuan pengusaha di sektor padat karya untuk membayarkan kewajiban tidak semuanya merata.

Kemudian, menurut Taufik, terdapat juga alih daya teknologi dan perubahan metode kerja di sejumlah industri yang menurunkan kebutuhan pada sumber daya manusia.

"Dari sisi internal perusahaan terjadi pula kesalahan pengelolaan bisnis dan peningkatan biaya produksi," katanya.

2. Ada perbedaan data karyawan PHK antara pemerintah dan asosiasi

Ilustrasi Pengangguran akibat terkena PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Taufik mengatakan angka PHK di sektor padat karya di Jawa Barat terpantau tinggi seiring dengan temuan berbagai data perselisihan hubungan industrial di kabupaten kota, data laporan potensi atau rencana PHK dari 25 perusahaan binaan Better Work Indonesia (BWI)-ILO.

Selanjutnya, terdapat juga data laporan PHK dari anggota APINDO di 14 kabupaten/kota, serta BPJS Ketenagakerjaan dan berbagai laporan lainnya yang menunjukkan adanya PHK.

Rinciannya data dari perselisihan hubungan industri di kabupaten/kota sebanyak 4.155 orang, data BWI-ILO ada 47.539 orang, kemudian data sementara APINDO 79.316 orang, serta data peserta non aktif BPJS Ketenagakerjaan 146.443 orang.

"Jadi data PHK yang tidak terlaporkan baik melalui dinas, Apindo, Serikat Pekerja, BWI maupun pekerja yang tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak mengklaim Jaminan Hari Tua atau JHT, jumlahnya bisa lebih besar lagi," katanya.

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Beri Pelayanan Ekstra bagi Pekerja Korban PHK

Baca Juga: Data PHK Apindo dan Disnakertrans Kok Berbeda?

Berita Terkini Lainnya