Pengelola Wyata Guna: Tak Ada Pemaksaan Terhadap Penerima Manfaat
Kemensos bangun balai disabilitas bertaraf internasional
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna memastikan tidak ada proses pemaksaan terhadap para penerima manfaat (PM) yang saat ini masih menetap di asrama.
Kepala BRSPDSN Wyata Guna, Sudarsono menuturkan, dalam mengakhiri masa rehabilitasi (terminasi), tak ada sedikit pun unsur yang memaksa mereka untuk meninggalkan asrama.
"Tidak ada pemaksaan. Terminasi merupakan bagian dari proses panjang dan sudah melalui assesment dan sesuai ketentuan yang ada,” kata Sudarsono melalui siaran pers yang diterima IDN Times, Sabtu (17/8).
Sudarsono menjelaskan, awalnya kriteria PM yang menerima terminasi adalah mereka yang berdomisili di sekitar Bandung dan telah menyelesaikan jenjang pendidikan formal sesuai tingkatannya (tidak dapat mempertanggungjawabkan perkuliahannya) serta mereka yang beralih status menjadi kelas karyawan.
Namun karena adanya resistensi terhadap terminasi yang dilakukan, dari hasil evaluasi tim BRSPDSN Wyata Guna dengan pertimbangan dari sejumlah pihak maka balai ini mendukung kebijakan pemerintah terkait pendidikan dasar wajib belajar 12 tahun.
"Atas dasar hal tersebut, terminasi dilakukan bagi PM formal yang telah menyelesaikan pendidikan sampai dengan tingkat SMALB dan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi,” katanya.
1. Layanan memang sudah dihentikan sejak awal Agustus
Sudarsono mengatakan, masa pembinaan terhadap mereka berakhir pada Juni 2019. Namun, Wyata Guna masih toleransi sampai Juli 2019.
"Nah, setelah masuk bulan Agustus, karena masa layanan sudah berakhir, tentu kami hentikan layanannya,” katanya.
Selanjutnya, para penerima manfaat meminta secara persuasif untuk meninggalkan balai, karena cukup banyak penyandang disabilitas yang menunggu untuk mendapat layanan. Wyata Guna memiliki jangkauan minimal 10 Provinsi di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Sosial RI No 29 Tahun 2019.
“Kami punya daftar pemohon layanan. Cukup banyak. Dan di antara waiting list ini ada yang menunggu selama 5 tahun. Jadi kami tidak mengada-ada,” kata Sudarsono.
Ia menyatakan, terkait pengakhiran layanan, berbeda konteks dengan asrama yang dikatakan masih kosong. “Pengakhiran layanan ini merujuk kepada aturan yang ada, tidak didasarkan atas jumlah penghuni dalam asrama,” katanya.
Baca Juga: Ridwan Kamil Apresiasi Pelaksanaan UNBK di SLB Wyata Guna Bandung