TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Peneliti Unpad Pakai Polimer untuk Penelitian Kanker

Polimer juga bisa dipakai dalam protein rekombinan

ilustrasi kanker (cancertodaymag.org)

Bandung, IDN Times - Mendengar kata polimer, masyarakat kerap menyangkutpautkannya dengan pembuatan plastik atau kain yang bisa memberikan dampak pada kerusakan lingkungan.  

Meski sering disinggung atas bahaya dan risikonya, seperti pada penggunaan plastik, polimer ternyata memiliki manfaat lain di bidang farmasi. Misalnya, polimer kationik yang bisa digunakan untuk reagen transfeksi. Ini berbeda dengan yang dipakai untuk pembuatan plastik.

Hal ini telah dibuktikan peneliti molekular dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Riezki Amalia. Dia berhasil menciptakan Reagen Transfeksi yang berasal dari polimer. Produk hasil inovasi Riezki ini berbentuk cairan yang dapat menjadi kendaraan untuk mengantarkan DNA ke dalam sel.

“Beberapa polimer itu justru menyebabkan kematian sel. Nah, jadi kita harus mengoptimasi bagaimana caranya mampu membawa DNA dengan efektif tapi tidak menyebabkan kematian sel. Itu yang saya lakukan,” ungkap Riezki melalui siaran pers diterima IDN Times, Selasa (10/1/2023).

1. Bisa dimanfaatkan juga untuk industri vaksin

peneliti molekular dari Universitas Padjadjaran, Riezki Amalia. IDN Times/Istimewa

Reagen Transfeksi memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang kesehatan, misalnya pada pembuatan vaksin. Reagen Transfeksi menjadi bahan baku utama dalam penelitian molekular.

Terapan penelitian molekular inilah yang akan membantu tahap produksi pengembangan vaksin yang efektif dan unggul.

“Bisa dimanfaatkan oleh industri vaksin nanti, karena vaksin juga ada vaksin yang recombinant. Jadi itu memanfaatkan sel atau bakteri apapun untuk memproduksi protein, bahan baku dari si vaksinnya,” tutur Riezki.
 
Sebagai Kepala Lab Biologi Sel dan Molekular di Fakultas Farmasi Unpad, ia juga turut andil menjadi bagian tim validator vaksin COVID-19. Selama pandemi, aktivitasnya banyak berkutat di lab guna mempelajari vaksin COVID-19.

Namun, ketika melakukan riset, ia dan peneliti lainnya sering kali mendapat hambatan karena kekosongan Reagen Transfeksi yang menjadi bahan baku penelitian. Maka dengan formulasi reagen transfeksinya inilah, ia berharap penelitian molekular dan produksi vaksin dapat berkembang lagi.

Mengingat, ketika dibandingkan dengan reagen transfeksi yang beredar di luar negeri, reagen transfeksi buatannya terblang murah. Biasanya, 400-500 micro atau setara dengan kurang lebih setegah mili reagen transfeksi dihargai sebesar delapan juta sekian.

Akan tetapi, produk inovasinya yang bekerja sama dengan PT Prodia Diagnostic Line yang dinamai TranGENE ini dapat mereduksi harga pasaran yang ada menjadi empat jutaan saja.

2. Formula ini sempat ingin dibeli pihak dari Vietnam

IDN Times/Istimewa

Perjalanan riset produk yang dihasilkan oleh Riezki sudah berlangsung selama enam tahun terhitung sejak ia menjalani pendidikan S3 di University of Tsukuba, Jepang.

Saat itu ia diminta dosen untuk membuat struktur protein, digunakanlah berbagai macam polimer olehnya sebab untuk membeli produk protein yang sudah jadi terbilang mahal. Dari sana, ia kemudian menjadi tahu polimer apa saja yang dapat digunakan dalam formulasi reagen transfeksi.

Awalnya, Riezki tidak memiliki rencana untuk mengembangkan formulasi yang dibuatnya. Namun, dorongan itu muncuk ketika pihak lain menawar formulanya untuk dijual dan digunakan di Vietnam. Dia merasa ingin mengembangkannya untuk hal yang lebih berguna.
 
“Dari situ saya berpikir, oh bener ya berarti nanti pas saya pulang ke Indonesia juga saya pasti akan merasa beli itu akan jadi susah. Makanya saya berpikir bagaimana caranya saya melakukan riset dengan segala keterbatasannya tapi tetap bisa produktif,” ujar Riezki.

Berita Terkini Lainnya