TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Indonesia Belum Merdeka dari Melambungnya Harga Telur Ayam

Pemerintah harus segera melakukan intervensi

Telur ayam yang dijual di pasar (IDN Times/Holy Kartika)

Bandung, IDN Times - Pangan saat ini menjadi salah satu persoalan serius di Indonesia. Kebutuhan pangan yang tinggi dibarengi dengan kenaikan sejumlah komoditas. Salah satu yang dikeluhkan adalah harga telur ayam yang masih stabil di harga tinggi.

Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Barat menilai kinerja pemerintah untuk menurunkan harga telur yang menjadi salah satu kebutuhan masyarakat kurang maksimal. Di saat kebutuhan akan telur naik, pasokannya tidak seimbang. Alhasil ada kenaikan harga telur di pasaran.

"Yang berlaku hukum pasar, di mana pasokan berkurang akan mendorong terjadinya kenaikan harga atau sebaliknya karena permintaan tinggi, di lain pihak pasokan tidak memadai sesuai permintaan, maka kenaikan harga tidak akan dapat ditahan," ujar Ketua APPSI Jabar Nang Sudrajat, Selasa (16/8/2022).

1. Pemerintah tak membantu ketika harga telur anjlok

Ilustrasi Ayam petelur dalam kandang baterai (Dok. Animal Friends Jogja)

Berdasarkan data pada laman www.hargapangan.id, harga telur sepekan ke belakang masih berada di kisaran Rp29.000 per kilogram (kg). Nang menyebut kondisi ini tidak terlepas dari langkah para peternakn melakukan rasionalisasi ayamnya pada saat harga telur di bawah harga pokok produksi.

Ketika harga telur rendah, peternak disuruh mencari solusi sendiri tanpa ada bantuan solusi konkret dari Pemerintah alam menekan kerugian akibat jatuhnya harga telur di pasaran. Maka, para peternak pun kemudian melakukan rasionalisasi sebahagian jumlah ayam petelornya dipotong menjadi ayam pedaging

"Sejalan dengan itu, peternak melakukan peremajaan ayam karena dipotong pada saat harag telur jatuh, dengan bibit ayam petelor yang baru," kata dia.

2. Harus ada komunikasi dengan peternak secara intens

bisnis budidaya ayam petelur (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Tenggang waktu dari mulai peremajaan sampai ayam baru tersebut bertelor, membutuhkan waktu kurang lebih 6 bulan. Artinya, kalau dihitung sejak jatuhnya harga telor di pasaran 14 ribu, maka bukan Agustus dan September ini, telah memasuki masa awal mereka bertelor.

Dengan demikian, apabila tidak ada peningkatan kebutuhan reguler telur ayam di pasaran harga telur ayam akan kembali normal. Saat produktifitas ayam petelor kembali ke posisi normal seiring dengan mulai kembali ayam ayam baru mulai berproduksi telur.

Menurut Nang, pendekatan stabilisasi harga untuk telur ayam, sebaiknya pemerintah melakukan pendekatan integrasi di sisi hulu, untuk memastikan produksi ayam petelor akan selalu aman, misalnya melakukan pendekatan subsidi pada sisi pakan, dan obat obatan sebagai unsur biaya produksi terbesar.

Pendekatan itu harus dilakukan ketika harga telur jatuh. Pemerintah harusnya melakukan subsidi di sisi pakan atau obat obatan, sehingga peternak tidak mengalami kerugian.

"Karena pada saat kondisi turunnya harga tidak ada solusi konkret membantu peternak, maka peternak mengambil jalan pintas dengan cara memotong ayam petelornya, untuk mengurangi kerugian," kata Nang.

Berita Terkini Lainnya