3 Alasan Marah Terkadang Diperlukan Asal Tahu Batasnya

- Marah menunjukkan batas yang dilanggar, tapi harus diungkapkan dengan cara yang tepat agar orang lain mengerti dan kita bisa menjaga diri.
- Marah membantu orang lain memahami perasaan kita, sehingga bisa menjadi cara komunikasi yang efektif jika dilakukan dengan bijak.
- Marah membantu melepas emosi secara sehat, mencegah penumpukan emosi dan stres berlebihan dalam tubuh.
Ngomongin soal emosi, marah sering banget dianggap sebagai emosi negatif. Padahal, marah itu sebenarnya wajar dan manusiawi. Semua orang pasti pernah merasakannya, bahkan mungkin setiap hari.
Entah itu marah kecil karena jalan macet, atau marah besar gara-gara merasa disakiti orang lain. Masalahnya, banyak orang yang menekan amarahnya karena takut dianggap “toxic” atau “gak bisa kontrol diri”.
Padahal, marah itu ada sisi positifnya lho, asal kita tahu cara dan batasannya. Kalau marahnya kebablasan, jelas bisa merusak hubungan dan bikin masalah makin panjang.
Tapi kalau dipakai dengan tepat, marah justru bisa jadi cara sehat buat jaga diri dan kasih sinyal ke orang lain tentang apa yang kita rasain. Nah, berikut ini tiga alasan kenapa marah itu kadang perlu banget, asal gak kebablasan!
1. Menunjukkan kalau kita punya batas

Marah itu sering kali jadi tanda kalau ada batas yang dilanggar. Misalnya, saat ada orang ngomong seenaknya atau memperlakukan kita gak adil. Kalau terus-terusan didiamkan, orang lain bisa menganggap perlakuannya biasa aja, bahkan makin berani melakukannya lagi.
Di sinilah marah bisa berfungsi sebagai “alarm” bahwa ada sesuatu yang gak beres.
Tapi, cara marahnya harus jelas, bukan sekadar teriak atau meledak-ledak, melainkan bisa ngomong tegas tanpa harus menyakiti. Dengan begitu, orang lain bisa ngerti kalau kita bukan tipe yang gampang diinjak-injak.
Jadi, marah dalam konteks ini bukan cuma pelampiasan emosi, tapi bentuk proteksi diri. Ingat, punya batas itu sehat, dan marah bisa bantu kita menjaganya.
2. Membantu orang lain paham perasaan kita

Kadang, orang lain gak sadar kalau kata-kata atau tindakannya menyakiti kita. Mereka menganggap itu biasa aja, atau bahkan gak kepikiran kalau kita bisa tersinggung. Nah, marah bisa jadi “wake up call” buat mereka.
Dengan menunjukkan amarah, kita memberi mereka sinyal bahwa ada yang salah dan kita butuh mereka buat berubah.
Kalau cuma diam, orang lain mungkin gak akan pernah mengerti perasaan kita. Malah, bisa jadi kita makin tertekan sendiri.
Makanya, marah bisa jadi cara komunikasi yang efektif, asalkan dilakukan dengan bijak. Misalnya, ngomong langsung ke orangnya dengan kalimat, “Aku gak suka kalau kamu ngomong gitu, aku jadi merasa diremehkan.”
Jadi, marah bisa bikin komunikasi lebih jujur, bukan sekadar meledakkan emosi.
3. Bantu melepas emosi biar gak numpuk

Bayangkan kalau kita selalu menahan marah. Awalnya mungkin bisa, tapi lama-lama emosi itu numpuk kayak balon yang makin lama makin kembung. Akhirnya, bisa meledak kapan saja, bahkan di situasi yang salah.
Nah, marah justru bisa jadi katup pengaman biar kita gak sampai meledak dengan cara yang lebih parah.
Melampiaskan marah dengan sehat itu penting. Bisa dengan ngomong langsung, curhat ke orang yang dipercaya, atau sekadar menulis perasaan di jurnal.
Dengan begitu, emosi yang menumpuk bisa keluar pelan-pelan. Efeknya, mental kita lebih lega, tubuh juga gak gampang stres. Jadi, marah itu bukan musuh, tapi salah satu cara tubuh ngasih tahu bahwa ada emosi yang butuh diolah.
Intinya, marah itu wajar dan bahkan kadang perlu banget asal tahu cara dan batasnya. Marah bisa jadi bentuk self-defense, cara komunikasi, sekaligus pelepas emosi biar gak numpuk.
Jadi, jangan terlalu keras sama diri sendiri kalau kamu pernah marah. Yang penting, selalu ingat kalau marah bukan buat nyakitin, tapi buat jaga diri tetap sehat, baik secara mental maupun hubungan dengan orang lain.