5 Tempat Hits di Bandung yang Cocok untuk Agenda Bukber

Warung Steak & Shake, atau yang kerap disebut WS, adalah salah satu tempat favorit muda-mudi Bandung 1990-an dalam berbuka puasa. Padahal, restoran penyedia steak ini berawal dari Yogyakarta, yang jaraknya sekitar 600 km dari Bandung.

WS merupakan waralaba yang didirikan Jody Brotosuseno dan Siti Haryani pada 4 September 2000. Usaha yang terinspirasi oleh Obonk Steak (Milik ayah Jody) ini awalnya berdiri di teras rumah kontrakan di Jalan Cendrawasih, Yogyakarta.

Tidak jelas kapan pertama kali WS membuka cabangnya di Bandung. Yang terang, pada 2014, mereka sudah memiliki sekitar 61 cabang yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya Bandung.

WS menjadi destinasi favorit lantaran harganya yang terbilang murah jika dibandingkan tempat makan steak lainnya. Itu pula yang membuat Jody menyematkan nama “Waroeng” dalam usahanya, agar terdengar lebih pas dengan kantong mahasiswa dibanding menggunakan kata “Kafe” atau “Restoran”.

Tak hanya itu, yang bikin WS mudah diterima masyarakat Bandung ialah tersedianya nasi. Memakan nasi plus steak memang menjadi hal yang tak lumrah sebelum WS menggagasnya.

Ketika sedang eksis di Kota Bandung pada 2014-an, salah satu WS yang kerap diserbu millennials Bandung ialah yang terletak di Jalan Lombok. Namun, saat ini WS tersebut sudah tutup dan digantikan restoran lainnya.

Meski demikian, saat ini masih ada beberapa WS yang terbagi di tiap daerah di Kota Bandung. Misalnya, di Bandung Tengah terdapat WS Dipatiukur dan WS Tamansari. Sementara di Bandung Timur, lokasi yang baru mereka jajal, WS berada di Jalan Raya Ujungberung.

Kalau Jakarta punya Roti Bakar Eddy yang tenar di kalangan muda-mudi, Bandung punya Madtari. Sama dengan Roti Bakar Eddy, Madtari pun kesohor dengan roti bakarnya dan indomie yang disajikan dengan keju parut.

Madtari bisa dibilang memimpin pasar kreasi mie instan sebelum sejumlah waralaba mengikuti langkahnya setelah 2010. Bagi generasi millennials Bandung, Madtari yang terletak di Jalan Ranggagading, anak Jalan Ir. H. Djuanda (Dago), adalah destinasi favorit untuk buka puasa bersama.

Hingga saat ini, Madtari di Jalan Ranggagading masih bertahan, meski panggung waralaba roti bakar dan kreasi mie instan di Bandung semakin sempit. Selain berada di Jalan Ranggagading, Madtari juga tersedia di lokasi lainnya yang berdekatan dengan perguruan tinggi—sesuai dengan pasar mereka yakni mahasiswa.

Madtari Ranggagading berdekatan dengan kampus Universitas Islam Bandung, Universitas Pasundan, dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ada pula Madtari Dipatiukur yang juga berdekatan dengan Universitas Padjadjaran, Universitas Komputer Indonesia, dan kampus lainnya.

Jika WS dan Madtari unggul karena harganya yang bersaing, ada pula Kedai Selasih yang unggul karena area makan yang luas. Generasi millennials Kota Bandung pun menyukai Kedai Selasih karena punya banyak meja baik di lantai dasar mau pun lantai dua, juga meja-meja terbuka.

Meski terletak di pusat kota, yakni di sekitaran Jalan Cikutra, Kota Bandung, Kedai Selasih sebenarnya berada di mulut Perumahan Cikutra Baru. Meski demikian, Kedai Selasih memiliki area parkir yang terbilang luas, cukup untuk menampung ratusan motor dan puluhan mobil.

Tak hanya itu, menu yang dihidangkan di Kedai Selasih pun bisa dibilang beranekaragam. Mulai dari makanan dan minuman khas Sunda, hingga Eropa.

Selain memimpin dunia kuliner khas Sunda, Warung Nasi Ampera juga punya banyak cabang di Kota Bandung bahkan kota-kota lain di Jawa Barat. Di Kota Bandung sendiri, Ampera yang hits berdiri Jalan Soekarno Hatta.

Ampera Soekarno Hatta—yang beberapa kali mengalami kebakaran, merupakan salah satu destinasi pilihan millennials Bandung dalam buka puasa bersama. Selain karena tempatnya luas, makanan dan minuman yang tersedia di Ampera pun pas dengan selera lidah masyarakat Sunda.

Tak hanya itu, Ampera juga menyediakan lalap dan sambal gratis bagi siapa pun yang telah memesan makanan. Maklum, dalam budaya Sunda, lalap merupakan bagian yang tak bisa lepas dari setiap makanan.

Ampera merupakan salah satu tempat makan asli Bandung dengan segudang kisah. Awalnya, pendiri Ampera Tatang Sujani dan istrinya, St.E. Rochaety, hanya membuka warung nasi sederhana di sekitar Terminal Kebon Kelapa (Sekarang menjadi ITC Kebun Kelapa), Kota Bandung.

Pada masa awal Ampera berdiri, pelanggan mereka kebanyakan adalah supir angkutan kota (angkot) dan supir bus yang mampir untuk makan siap. Seiring berjalannya waktu, pelanggan mereka semakin membludak. Ampera kemudian pindah lokasi ke Jalan Astana Anyar, Kota Bandung, sebelum akhirnya memiliki puluhan cabang yang tersebar di Indonesia.

Tentu tidak sah rasanya jika tak memasukkan Kawasan Kuliner Punclut ke dalam tempat hits yang kerap dikunjungi generiasi millenials Bandung untuk acara buka bersama. Punclut, yang bisa berwaktu tempuh 30-60 menit dari pusat Kota Bandung adalah lokasi yang tepat untuk makan bersama.

Selain karena memiliki area parkir luas, restoran-restoran di area Punclut pun memiliki tempat makan yang luas. Tak hanya itu, daya tarik Punclut sendiri sebenarnya karena memiliki harga yang murah untuk mendapatkan fasilitas yang oke. Dengan makan di kaki pegunungan itu, pengunjung dapat menikmati makanan khas sunda sekaligus lanskap kota Bandung dari ketinggian.

Tapi, akses menuju Punclut bisa dibilang lebih sulit ketimbang destinasi buka bareng lainnya. Karena terletak di dataran tinggi, jalan sempit dan menanjak menjadi tantangan yang harus dilalui setiap pengunjung Punclut.